[33. Perjodohan lagi?]

28 2 0
                                    

Kara berjalan menuruni satu persatu anak tangga, beberapa kali pemuda itu kembali merapikan seragam kerjanya. Hidung nya mencium aromo yang begitu harum, membuat perutnya yang belum di isi sama sekali meronta meminta di isi.

Tap!

Tap!

Tap!

Sayup-sayup Lea mendengar derap langkah kaki.

"Masak apa? Harum banget," Kara berjalan menghampiri Lea yang berdiri di dekat kompor sembari berkutat dengan alat dapurnya.

Sejenak Lea menghentikan kegiatannya, "Masak soto." Menoleh pada Kara dengan tersenyum tipis.

Kara membalas senyum lembut, "Ternyata istri gue pinter masak juga ya?" Mengusap puncak kepala istrinya.

"Aku aduin Papah ya kamu?"

Kara terkekeh kecil sebelum mencubit gemas pipi chubby Lea, "Iya maaf, udah kebiasaan pake Lo gue," ujarnya.

"Duduk sana, Kak. Udah masak nih." Tangan Lea dengan lincah memasukkan soto ke dalam mangkuk berukuran sedang.

Pasutri muda itu makan dengan tenang, seakan lupa pernikahan mereka hanyalah sebuah paksaan dari dua belah pihak masing-masing.

Kara tenggelam dalam lautan rasa masakan Lea, perempuan itu memang jago memasak. Tanpa sadar Kara kembali mengambil sop dari dalam mangkuk lalu memindahkan ke piringnya yang masih berisi nasi.

Lea tersenyum simpul melihatnya, "Enak atau doyan, Kak?"

Pemuda itu menghentikan kegiatannya, hampir saja ia tersedak dengan pertanyaan Lea.

"Aku laper," jawabnya berbohong, ia sudah kenyang namun mulutnya masih ingin makan.

Kara ketagihan dengan masakan Lea, jika biasanya nasi goreng menjadi makanan favoritnya maka kali ini sop menjadi pemenangnya.

Lea menggeleng pelan seraya terkekeh kecil, "Gengsian," gumamnya memasukkan suapan terakhir ke dalam mulutnya.

"Dasinya udah di ambil, Kak?" Kara menggeleng tanpa menoleh, sibuk menyuap makanannya.

Lea mengangguk, kakinya melangkah meninggalkan meja makan. Kaki itu berjalan menaiki satu persatu anak tangga menuju kamar mereka.

Di sela-sela mencari dasi Lea mengingat sesuatu, "Hanpone aku mana ya?"

Setelah mengambil dasi yang di butuhkan Lea mengobrak-abrik kasurnya yang sudah rapi. Membuka laci nakas dan menatap setiap sudut kamar.

"Kemana hanponenya ya?" tanyanya pada diri sendiri, padahal ia ingin menelpon ibunya untuk membicarakan sesuatu.

Sementara itu, Kara di meja makan mengusap perutnya yang kekenyangan.

"Ga baik, Kar. Makan terlalu banyak," ujarnya mengelap mulut itu dengan tisu.

Dia melirik arloji yang melingkar rapi,  waktu menunjukkan pukul setengah tujuh. Ia akan segera berangkat, takut jalan macet dan akan terlambat.

"Lea? Lea Lo di mana?" Spontan Kara menutup mulutnya yang baru saja berteriak, bagaimana jika istri nya itu mengadu pada sang papah? Habislah dia.

"Lea? Lea kamu di mana sayang.." Ia terkekeh di sela langkahnya, suaranya cukup pelan saat mengatakan kata sayang. Takut istirnya itu dengar.

"Astaga! Kamu ngapain?" Shock melihat kamar mereka yang sudah tidak berbentuk.

Lea meringsut keluar dari kolong tempat tidur, dirinya langsung terduduk dengan pandangan mengarah pada Kara. Rambutnya berantakan nyaris terurai.

"Liat hanpone aku ga, Kak?"

Luka Untuk Lea || On Going Onde histórias criam vida. Descubra agora