[20. Menghabiskan waktu sore]

71 13 0
                                    

Suasana sunyi di isi detikan jam yang terus bergerak, tak lupa suara langkah kaki yang membuat Kara jengah.

"Lo bisa diam ga!?" Lama-lama ia muak melihat Pramana yang berkeliling tanpa arah.

Langkah pemuda itu berhenti saat ingin kembali memasuki dapur, badannya berbalik menghadap Kara yang wajahnya kelihatan kesal.

"Yang punya rumah kemana?" Akhirnya Pramana kembali membuka suara.

Tap!
Tap!

Tap!

Terdengar suara langkah kaki menuruni tangga, atensi keduanya mengarah ke sana.

"Maaf, Kak, nunggu lama." Lea menuruni anak tangga terakhir, wajahnya tampak cantik dengan makeup tipis.

Rambut gelombangnya di biarkan tergerai dengan pita kecil terselip di helaian rambutnya.

"Udah cantik aja, mau kemana?"

Kara mendengus mendengarnya, berani sekali musuhnya itu memuji Lea.

"Gue tunggu di depan," Kara beranjak dari duduknya dengan wajah masam, moodnya benar-benar hancur. Semua ini gara-gara Pramana si maniak ayam teletubbies.

Lea menatap bingung Kara yang sudah sedikit menjauh,

"Cemburu tuh," kata Pramana menyandarkan dirinya pada tembok.

Kening Lea berkerut, "Ga mungkin cemburu," jawabnya merasa yang di katakan Pramana mustahil.

"Kenapa belum berangkat?" Sea tiba-tiba muncul dengan dua kantong kresek kecil di tangannya.

"Kamu darimana? Dari tadi aku cariin," seru Pramana mendekati Sea.

"Loh? Kok kamu ada di sini?" tanya gadis itu kebingungan.

"Kan aku udah bilang tadi, aku mau ngajak kamu jalan, kenapa kamu belum siap-siap?" Pramana menaikkan sebelah alisnya.

Gadis itu menepuk jidatnya pelan, "Aku lupa,"

"Aku pergi dulu, Kak, Bang." pamit Lea, setelah mendapatkan balasan berupa anggukan ia pun membawa kakinya pergi.

Sesampainya di depan Lea melihat Kara sudah duduk di atas motornya, mata pemuda itu berfokus pada hanpone.

"Kita mau kemana?"

Kara beralih menatap Lea, cukup lama menatap akhirnya ia menjawab. "Keliling, cari angin," Tangannya bergerak memasukkan hanpone lalu mengenakan helm.

Terkadang memiliki tubuh mungil tidak selamanya berkat, contohnya sekarang, Lea sulit menaiki motor Kara yang menurut Lea tinggi.

"Sesusah itu buat minta tolong?" Kara mengulurkan tangannya sebagai bahan tumpu.

Lea tersenyum lalu menyambut tangan besar Kara untuk pertahanan dirinya naik,

"Jalan, Kak."

Kara menutup kaca helmnya setelah itu menghidupkan mesin motor sport nya, tak lagi membuang waktu ia segera meninggalkan halaman rumah Lea.

Selama perjalanan berlangsung tidak ada yang membuka suara, keduanya diam dalam pikiran masing-masing. Mata Lea terpejam menikmati semilir angin yang menyapu wajahnya, ia membuka matanya saat merasa laju motor semangkin pelan.

"Udah sampe?" tanya Lea ketika Kara berhenti di depan taman mini pinggir kota, memakan waktu setengah jam lebih untuk sampai ke sini.

Kara mengangguk lalu membuka helmnya, laki-laki itu turun dari motor setalah Lea.

Lea merapikan sedikit rambutnya yang berantakan, matanya menerawang jauh ke depan.

"Ini taman atau kuburan?" gumam Lea menatap sekelilingnya.

Luka Untuk Lea || On Going Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum