[19. Saling Kenal?]

77 15 1
                                    

Lea menatap sepi lingkungan sekolah yang kosong, ia menghembuskan nafasnya panjang lalu berbalik menghadap Rasya yang sibuk dengan hanponenya.

"Ra, ayolah ke gerbang," ajaknya memelas, ia tak mampu menahan jiwa kepo yang sedari tadi terus meronta.

Rasya mendesah kasar lalu menyimpan hanponenya ke dalam saku, "Sebentar aja, ya?"

Lea mengangguk antusias setelahnya berlari kecil meninggalkan Rasya yang berjalan malas di belakangnya.

Dengan cepat Lea menuruni anak tangga, kakinya menjejaki koridor yang tampak sepi. Pasti semua orang berada di gerbang, pikirnya.

Samar-samar ia mendengar suara yang cukup pamilar kala langkahnya hampir sampai ke gerbang sekolah yang di kerumuni siswa-siswi maupun guru.

Berkat ukuran tubuhnya yang mungil Lea dengan mudahnya menerobos masuk kerumunan, matanya menyipit menatap seseorang yang memukul gerbang dengan keras.

"Bang Pram!?" pekiknya repleks,

Atensi orang-orang mengarah kepadanya, Lea menggaruk tengkuknya merasa malu menjadi bahan perhatian.

"Lea? Kok kamu ada di sini?" tanya Pram linglung,

"Aku kan memang sekolah di sini," jawab Lea berjalan lebih dekat dengan Pramana.

"Kalian saling kenal?" celetuk Kara merasa tidak suka.

Lea mengangguk cepat, begitupun Pramana.

"Kalian punya hubungan apa?" Kelvin cukup mewakili Kara yang gengsi ingin bertanya lebih.

"Calon, kan, Le?" Pramana menaik turunkan alisnya menggoda Lea.

Gadis itu tersenyum sumringah lalu mengangguk setuju, tak ada yang menyadari jika ada seseorang yang panas mendengar ucapan mereka. Semangkin panas saat Lea mengangguk dengan senyum merekah di bibirnya,

"Udah-udah, bubar!" teriak pak bon-bon.

"Ntar dulu lah, Pak." sanggah Pramana, "Saya belum kelar berurusan sama murid bapak yang bernama Kelvin Anggara!!" ujarnya penuh penekanan.

"Loh, kok gue?" tanya Kelvin heran, seharusnya semua anggota Alvaska terlibat kan?

"Lo—" tunjuk Pramana pada Kelvin, "Terkena kasus pembunuhan karena udah buat ayam gue mati!!" Emosinya kembali memuncak mengingat ayamnya mati dengan tidak wajar.

Kelvin mengacak-acak rambutnya kasar, "Gue kan ga bersalah, iya, kan, Van?" Memberi kode pada Elvan agar mendapat pembelaan.

Elvan dengan sigap mengangguk, "Ini kan salah sapi, kucingnya Kelvin," pungkasnya membenarkan. "Lagian itu ayam udah bukan hak Lo lagi, Pram."

Perkataan Elvan membuat Pramana lesu, kembali menarik pria itu pada kenyataan pahit bahwa ayamnya memang sudah menjadi milik orang lain. Tapi ia masih tak terima jika tuan baru itu tidak menjaga dengan baik.

"Bubar semua!!!" teriak buk Karma dengan wajah merah padam.

Bagai tersihir, orang-orang di sana diam membisu mendengar teriakkan maut Karmaniawati, guru killer di SMA Pura'nama. Beberapa dari mereka ada yang bergerak mundur untuk kabur, bahkan sudah ada yang berhamburan menyisakan anak Skala, Alvaska dan beberapa murid lagi.

"Kalian tidak tau ini sudah masuk jam pelajaran, hah!?" sentak wanita itu lagi. "Sekarang semuanya bubar!"

Sebelum terkena badai dahsyat sebaiknya memang menyelematkan diri,

"Alvaska! Gue tunggu di waktu yang tepat!" teriak Pramana seraya mengenakan helmnya, siap cabut dari sana bersama sang anggota.

"Lo hutang penjelasan sama gue," bisik Kara di telinga Lea.

Luka Untuk Lea || On Going Where stories live. Discover now