[16. Kembali memilih diam]

85 18 2
                                    

Dunia memang ga pernah adil bagi Lea, semesta terus menghakiminya, tak ada satupun pihak yang ingin membelanya.

Setelah dua hari Lea tidak masuk sekolah, hari ini ia kembali menjejakkan kakinya pada SMA Pura'nama, sekolah elite kepunyaan Cakra maheswera.

Banyak yang bertanya tanya termasuk Lea, mengapa putra tunggal Cakra tidak memakai marga maheswera?  Entah logis atau tidak, semua itu terjadi karena perdebatan antara Cakra dan Mira. Cakra sendiri menginginkan marganya ada pada Kara, sedangkan Mira menolak keras tanpa ada alasan yang jelas.

Langkah Lea berhenti di tengah-tengah koridor saat ada yang memanggilnya,

"Dari mana Lo?"

"Dari rumah," jawab Lea, ia kembali melanjutkan langkahnya.

Dengan menyandang sebelah tali tasnya, Kara mengikuti langkah kecil milik Lea.

"Maksud gue lo dari mana, kenapa baru masuk? Dua hari ini lo kemana? Gue telpon kenapa ga Lo angkat?" Wajahnya tampak tenang, mungkin ia tak menyadari jika mulutnya telah mengeluarkan banyak kata pagi ini hanya untuk menanyakan sesuatu yang tidak penting, mungkin?

"Kemarin lagi ga enak badan," Kakinya menaiki satu-persatu anak tangga di ikuti Kara di sampingnya.

"Pagi-pagi udah berduaan aja, nih." Kelvin menaik turunkan alisnya menggoda dua sejoli itu.

Kara memutar bola matanya malas, kakinya berhenti lalu ikut berdiri di samping Arion.

Lea menulikan pendengarannya, ia berlalu pergi begitu saja menuju kelasnya yang berada tak jauh dari kelas Kara.

"Udah pada siap tugas matematika kemarin?" tanya Kara memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana.

Elvan juga Kelvin menyugar rambutnya kebelakang secara bersamaan, "Udah dong, gue gitu loh." jawab keduanya serentak.

"Dih, ngapain Lo ngikut-ngikut!?" tanya Elvan bersedekap dada,

Kelvin menatapnya julit, "Elo tuh yang ikut-ikut," jawabnya rempong,

"Lo udah kaya ibu-ibu yang beli sayur keliling," Tangan Elvan terangkat dengan cepat menggaplak kepala Kelvin.

Kelvin mengusap pelan kepalanya, "Sialan Lo,

"Memangnya ada tukang sayur keliling?" seru Arion,

"Woilah, emang emak Lo ga pernah beli sayur keliling?" Arion menggeleng pelan menjawab pertanyaan Elvan.

"Sayur ga punya kaki, ga mungkin bisa keliling," sahut Kara,

Elvan mengacak rambutnya kasar, "Ga gitu maksud gue,"

Kelvin tertawa pelan melihat susahnya Elvan menjelaskan,

"Makanya bang kalo ngomong pake logika," sahut Bram sembari memakan eskrim cup miliknya.

"Dih, sok yes Lo, cil."

"Kaya gini mirip ibu-ibu tukang sayur?" Arion menilai sosok El yang sama rempongnya dengan Kelvin.

"Ibu-ibu beli sayur bukan yang jual sayur," ucap Kara membenarkan,

"Dahlah, salah terus," gumam Arion, tubuhnya bersandar pada dinding lalu tangannya terangkat membuka tas ransel miliknya.

"Novel?" tanya Kara, melirik sedikit buku tebal yang baru saja di keluarkan Arion dari dalam tas.

Arion mengangguk singkat,

"Ceritanya tentang apa? Trus alurnya gimana?" seru Kelvin, entah kenapa ia merasa penasaran dengan buku tebal yang menurutnya membosankan.

"Tentang perjodohan, alurnya menarik, konflik nya lumayan berat." sahut Arion.

Luka Untuk Lea || On Going Where stories live. Discover now