[37. Hilang?]

38 2 1
                                    

Hari-hari berganti, semua berjalan baik-baik saja. Hampir satu minggu ini hidup nya damai, tidak ada huru-hara, pertengkaran ataupun perselisihan tidak lagi menemaninya.

Dua hari yang lalu, Lea sempat bertemu dengan Karin di mini market dekat rumahnya, Karin menatapnya tajam namun tidak berbuat apapun. Entah karena ada Sea—Kakaknya, atau memang sedang merencanakan sesuatu.

Tak ingin ambil pusing Lea lebih memilih mengabaikan nya, duduk manis menikmati hari-harinya yang damai.

Lumeran coklat terasa begitu manis menemani pagi Lea hari ini, suasana yang sepi menambah ketenangan nya.

"Lama-lama bosen juga," Lea menghembuskan nafasnya kasar.

Tangannya meraih benda pipih keluaran terbaru yang baru saja di belikan Kara, padahal hanponenya yang lama masih bisa di gunakan walaupun telah retak seribu. Namun pemuda itu bersikukuh untuk membeli kan nya yang baru.

Jari lentiknya bergerak lincah di atas benda pipih itu, tak berselang lama hanponenya bergetar singkat menandakan ada pesan masuk.

[Gue udah di depan,]

Buru-buru Lea menyambar tas selempang nya, memasukkan beberapa lembar uang dan beberapa kartu penting.

Lekas ia menuruni anak tangga tanpa mengganti bajunya, hanya menggunakan baju kaos putih kebesaran milik Kara dengan celana pendek miliknya.

Secepat mungkin ia mengunci rumah dan berlari memasuki mobil berwarna hitam yang terparkir di depan gerbang rumahnya, tak berselang lama mobil itu melaju meninggalkan perkarangan rumah Lea.



~🌻~


Pemuda itu memijat pelipisnya berkali kali, akibat pekerjaannya yang tak kunjung kelar.

"Kalo gue tau mau jadi CEO serumit ini, gue ga bakal mau nurutin kemauan Papah!"

Kara menutup laptopnya sedikit kasar, matanya melirik tumpukan kertas di samping laptop, Kara menghembuskan nafasnya kasar lalu menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi.

Berlahan matanya terpejam, menikmati dinginnya AC dan angin alam. Dalam benaknya terbayang bayang wajah ayu Lea, bibir kecil perempuan itu seakan tersenyum pada nya. Kara terduduk tegak, spontan menggeleng gelengkan kepalanya.

"Ngapain mikirin tuh bocah tengil, sih?!" Memukul pelan kepalanya. Setelah nya kembali bersandar pada sandaran kursi dengan bersedekap dada.

Matanya menatap plafon ruangan kerjanya, bayangan Lea tertawa, marah dan jahil terlihat menggemaskan.

"Cantik banget istri gue," ujarnya, senyum senyum sendiri. "Ini cinta? Arghh gue bisa gila!"  Kara mengacak rambutnya kasar.

"Mau pulang, mau jumpa istri.." Kara merengek layaknya anak kecil, sembari memutar mutar kursi kerjanya. "Mana kerjaan masih banyak lagi," Kesalnya.

Tangan besarnya kembali membuka laptop, meneliti pekerjaannya dengan serius.

"Ribet banget, apa perusahaan Papah ga langsung bangkrut kalo udah pindah ke tangan gue?"

Jujur, dari SMA ia belajar bisnis sampai hari ini masih saja bingung. Nyatanya untuk menjadi seorang yang hebat di perlukan kemampuan yang hebat juga.

Luka Untuk Lea || On Going Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang