[05. Pertama kali bolos]

134 21 2
                                    


DI MOHON UNTUK MENINGGALKAN JEJAK!!

~

"Pantai tak pernah membenci laut sekalipun ombak terus mengikis pasir yang ia miliki,"

_Pena Buna_

HAPPY READING


"Sebenarnya apa kak? Jangan setengah setengah," Menatap wajah Kara yang ingin memejamkan matanya.

Laki laki itu membuka matanya, pandangannya terkunci pada mata hazel milik Lea. "Sebenarnya gue ngantuk, numpang tidur di bahu Lo,"

Lea membulatkan bibirnya berbentuk 'O', "Yaudah bobo." Tersungging sebuah senyuman di bibirnya.

Kara, pria itu ikut menarik sudut bibirnya membentuk senyum tipis. Berlahan ia mengangguk lalu memejamkan matanya, Lea memandang jauh danau yang sunyi setelahnya kembali menatap pahatan wajah Kara yang damai.

Dengkuran halus terdengar di telinga Lea, menandakan jika pria itu tengah tidur dengan nyenyaknya. Lea sedikit meringis karena mulai merasakan pegal pada bahunya, gadis itu tampak ragu untuk membangunkan Kara sebab laki-laki itu baru saja berkelana ke alam mimpinya.

Lea memilin milin jari tangannya akibat rasa bosan dan sedikit mengalihkan rasa pegalnya, entah keberanian dari mana Lea meraih tangan Kara dan mulai menghitung ruas-ruas jari itu. Beberapa kali ia mengulang dengan melakukan hal yang sama, bibirnya berhenti menghitung lalu melepaskan tangan itu, kini tangan mungilnya meraih tangan kiri Kara. Matanya mengamati cincin hitam yang melingkar di jari tengah Kara, dengan lancangnya ia menarik cincin itu keluar dari sana.

Bibirnya tersenyum lebar menatap cincin hitam yang sudah terpasang di jari manisnya, namun, bibir itu seketika melengkung ke bawah setelah merasa cincin pria itu tidak ngepas di jarinya. Jari Kara yang besar di bandingkan dengan jari Lea yang cukup mungil,

"Kenapa?" tanya Kara melihat Lea yang cemberut.

Perempuan itu terperanjat mendengar pertanyaan itu, Kara menegakkan tubuhnya mengucek sebentar matanya lalu menguap akibat rasa ngantuk. Matanya melirik arloji yang melingkar di tangannya, hampir satu jam ia tertidur di pundak perempuan asing ini.

"Kenapa ga bangunin gue? Lo pasti pegal kan?" celetuk Kara, suara serak khas bangun tidur dengan wajah bantal nya yang tetap terlihat tampan.

Lea merenggangkan otot-ototnya yang begitu terasa nyeri, "Takut ganggu," sahutnya memijat pelan pundak rapuh itu.

Tangan Kara terulur memijat pelan bahu Lea, memindahkan tangan gadis itu dari sana.

"Seharusnya Lo bangunin gue tadi, jadi sakit kan," katanya dengan rasa bersalah.

Lea tersenyum lembut mendengarnya, "Ga papa, cuma nyeri dikit," tuturnya menatap Kara yang sibuk memijat bahunya. "Udah Kak, udah ga pegal." Menurunkan tangan Kara dari pundaknya.

"Bener?" Pria itu menatapnya ragu.

Lea mengangguk lucu, tanpa di perintah tangan Kara mencubit gemas pipi chubby Lea. "Lucu, kaya bakpao," Jari besarnya menoel-noel pipi tersebut.

Lea terkekeh kecil mendengarnya, menetralkan detak jantungnya yang berpacu dengan kencang. Jantung Lea kenapa ya? Rasanya pengen copot, Batinnya bertanya.

"Jangan bengong,

Lamunannya buyar, ia baru sadar jika laki-laki itu telah beranjak dari duduknya. "Mau kemana?" tanya Lea ikut berdiri. Langkah kecilnya mengikuti langkah lebar milik Kara.

Luka Untuk Lea || On Going Where stories live. Discover now