[29. Awal dari segalanya²]

79 12 2
                                    

HAPPY READING


Tinggalin jejak yuk🤗 Buna ingetin lagi nih, klk vote datanya jangan di matiin ya
~

Saat ini di dalam kamar itu sunyi, hanya terdengar suara detik jam dinding beberapa saat.

Lea tenggelam dalam lamunannya, Kara mengikuti arah pandang sang istri lalu bersmirk. Laki-laki itu membawa langkahnya menuju Lea, mata Lea melotot saat tersadar Kara kini berada di hadapannya.

Kaki Lea mundur menjejaki lantai kosong, dengan tersenyum miring Kara mengukung tubuh mungil istrinya ke dinding. Tangan kirinya terulur menyelipkan anak rambut Lea ke belakang telinga, matanya mengamati bibir pink Lea yang tampak menggoda.

Kara mendekatkan wajahnya mengamati bibir itu, dengan jarak sedekat ini mampu membuat keduanya merasakan deruan nafas satu sama lain. Bahkan Kara dapat mendengar detak jantung Lea yang berpacu begitu cepat.

Tangannya terulur mengusap pelan bibir Lea menggunakan ujung ibu jari.

"Lo habis makan eskrim gue?"

Lea termangu sebentar, "Ha?"

"Eskrim gue yang di dalam kulkas Lo makan?" Wanita muda itu mengangguk pelan sebagai jawaban.

Kara mendengkus kesal, "Itu kan punya gue!" katanya melepaskan kukungan dari tubuh Lea.

Lea bersedekap dada dengan bibirnya yang mengerucut, "Kata Papah ambil aja, yaudah aku ambil!"

"Alasan," Laki-laki itu memutar bola matanya malas, masih dengan handuk yang melilit pinggangnya.

Lea menghentakkan kakinya kesal, "Siapa yang alasan, hah?!" Wajahnya mendongak seakan menantang.

"Brisik," Kara meninggalkan Lea di tempatnya.

Terlihat perempuan itu menggeram, "Aku kan mau mandi!" cetusnya menghadap pintu kamar mandi yang di tutup oleh Kara.

Berselang beberapa menit pintu kamar mandi kembali terbuka, menampakkan diri Kara yang sudah lengkap dengan celana jeans dan kaus hitam nya.

"Mau kemana?" tanya Lea melihat Kara yang telah rapi.

"Nongkrong," Merapikan rambutnya di cermin besar.

"Aku tinggal sendiri?"

"Kan ada Papah,"

"Berdua sama Papah?" Ada raut takut di wajah Lea, Kara mampu melihatnya dari pantulan cermin.

Terlihat Kara berpikir sejenak, benar saja, tak mungkin ia meninggalkan Lea berdua dengan ayah mertua.

Tampak Kara berdecak, "Jadi gue gimana?" tanyanya mengacak-acak rambutnya yang sudah tertata rapi.

"Tetap di rumah atau aku ikut!" Bukan pertanyaan, itu pernyataan mutlak dari seorang Lea.

Kara menghempaskan bobot tubuhnya pada sofa kecil yang terletak di tepi dinding, matanya menatap langit-langit kamar dengan pikiran yang menerawang jauh.

Luka Untuk Lea || On Going Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang