[18. Gara-gara UKK]

87 17 2
                                    

Rasanya ia baru saja terlahir kembali, baru pertama kalinya melihat dunia yang secerah ini. Tanpa sadar senyum tak luntur dari bibirnya yang menghadirkan teriakan histeris dari ciwi-ciwi lebay, kakinya melangkah memasuki kelas yang sudah di huni ke-empat sahabatnya.

Nafas Kelvin tercekat melihat senyum itu, bukan karena rasa kagum tapi karena rasa heran. "Gila, Pak?" Alisnya bertaut bingung.

Kara kembali menetralkan wajahnya, tampak datar dan malas. Yang merusak suasana hatinya adalah, Kelvin!

"Senyum di sangka gila, datar di katai tembok, mau Lo pada apa, hah!?" pungkas Kara mendudukkan dirinya dengan kesal.

"Lo senyum-senyum sendiri, wajar aja di sangka gila. Tumben senyum, abis jatuh cinta Lo?"

Pertanyaan Arion tambah membuat Kara kesal, "Cinta mulu di otak Lo," tukasnya, mengambil buku setebal kamus lalu membukanya.

"Wih, buku apaan tuh?" Evan berlari menghampiri Kara, jiwa keponya meronta-ronta.

Bagai tertarik magnet, Arion yang sedang membaca Novel turut mendekat. Bram yang sedang nyamannya tidur terbangun akibat suara berisik Kelvin yang melompat dari mejanya ke meja Kara.

Bram menguap kecil lalu kembali terpejam,

"Kosong? Buat apaan anjir!" kesal Kelvin merasa kecewa.

"Gue juga ga tau, ayah bilang ini buat gue belajar bisnis. Tapi kenapa kosong?" Buru-buru Kara merogoh sakunya dan mencari kontak bernama _Papah Aska_

Kara mendengus saat telponnya tak di angkat, mungkinkah papahnya sibuk?

"Lo mau belajar bisnis?" tanya Arion menghadap Kara, sang empu yang di tanya hanya mengangguk singkat sebelum memasukkan kembali buku itu ke dalam tas.

Dirinya masih merasa kesal, papahnya ini mau nyuruh dia belajar bisnis atau belajar sihir? Bukunya kosong minta di sulap,

"Mau jadi CEO nih ceritanya?" Elvan tersenyum mengejek,

"Demi calist," jawab Kara tersenyum angkuh sembari menyugar rambutnya kebelakang.

"Loh loh, neng Ale gimane?" Sontak Elvan menggebrak meja.

Brak!

Kelvin memegang dadanya, "Kaget gue, Cok!"

Pelaku hanya menunjukkan deretan gigi putihnya yang rapih, "Jawab, bos. Di kacangin gue," Tangannya bergerak membuka sebungkus permen karet.

"Jawab apa?" Alis Kara terangkat sebelah.

"Neng Ale gimane kalo Lo sama si calis calis itu? Siapa pula tuh cewe, main rebut suami orang aja," Elvan mendumel kesal.

"Calon," ucap Kara membenarkan perkataan Elvan. "Calist bukan perempuan—

Elvan maupun Kelvin menutup mulutnya tak percaya, "Lo, Lo udah ga normal!?" sentak keduanya.

Kara menepuk jidatnya pelan, "Kebiasaan, kalo orang masih bicara jangan main potong aja, jatuhnya salah paham, kan!"

Evan menggeleng gelengkan kepalanya, "Lo pasti belok gara-gara liat gue dandan cantik kemarin, kan? Gue tau gue cantik, tapi ga gini ca—

Luka Untuk Lea || On Going Where stories live. Discover now