[10. Gara-gara rambutan]

129 20 1
                                    

YANG JADI SILENT READER AKU UCAPKAN TERIMA KASIH UNTUK KAMU, SEMOGA SUATU SAAT NANTI TUHAN BUKAKAN PINTU HATI MU AGAR MAU TINGGALKAN JEJAK DI CERITA KU.

SAYA BUNA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMAKASIH KEPADA KALIAN YANG SUDAH MINAT SINGGAH WALAUPUN SAYA TAU KALIAN DATANG TIDAK UNTUK MENETAP, sama seperti dia.




Angin tertiup menghembuskan dingin yang membuat segar pada siang yang terik ini, dedaunan pun ikut bergoyang karena semilir angin yang datang. Di taman belakang tepatnya di depan gudang, terdapat pohon besar yang tumbuh dengan tingginya.

Dahan pohon itu terguncang hebat akibat ulah dua manusia ini, "Tarik gue," teriak Kelvin yang mendongak demi bisa naik ke atas pohon.

Elvan yang berpegangan dengan satu dahan berusaha membantu Kelvin naik, "Anak setan berat banget Lo," Mengatur nafasnya yang tersengal-sengal setelah berhasil membantu Kelvin untuk naik,

"Bang jangan goyang, nanti soto aku tumpah," peringat Bram kepada Kelvin yang berlompat-lompat girang hingga terguncang ke semua dahan.

"Oh oky," Pria itu duduk dengan tenang, tak bergerak sedikitpun. Yang Kelvin lakukan hanya bernafas dan berkedip.

"Kalem amat pak," Elvan menyeruput sedikit es teh milik Bram.

"Ga boleh goyang-goyang, padahal gue mau goyang-goyang, tapi ga di bolehin goyang-goyang. Padahalkan goyang-goyang enak,"

"Lagian Lo ngapain goyang-goyang, mau dangdutan?" Elvan bergelantungan seperti seekor monyet setelah melahap soto Bram.

Bram mengelus perutnya yang terasa kenyang, "Yaudah bang kalo masih mau goyang-goyang, aku udah selesai makan."

"Jangan di guncang pohonnya, ntar ada yang liat," Kelvin baru saja tersenyum sumringah namun kembali murung akibat peringatan dari Arion.

"Jadi apa keputusannya?"

Kara yang semula terpejam membuka matanya, "Sepakat, selesai gue sekolah." Menegakkan tubuhnya yang bersandaran pada batang pohon.

"Papah Lo ga keberatan?"

Kara berfikir sejenak, "Sebenarnya keberatan, tapi gue udah jelasin pelan-pelan ke papah buat penolakan ini."

"Tumben Lo ga ke bawa emosi," Arion terkekeh kecil.

"Cape gue debat terus, ga ada ujungnya ga ada yang mau ngalah," jelas Kara memejamkan kembali matanya, menikmati angin yang menyapu wajah tampannya.

Elvan, Kelvin juga Bram hanya menyimak pembicaraan keduanya, tak ada niatan sedikit pun buat ikut andil dalam pembicaraan antara Wakil dan ketua ini.

"Gue bingung, kenapa papah bersikeras buat jodohin gue sama Lea." Menjeda ucapannya sebenar, "Ini bukan tentang perusahaan atauh harta lainnya, dia bilang ada alasan lain dan itu bukan tentang uang."

"Lo ga ada niatan buat selidiki hal ini?" tanya Arion, cowo bertindik itu tampak serius.

Kara menggeleng, "Gue mau fokus belajar dulu, belum lagi ngurusin Skala yang bolak balik ngajak tauran,"

Benar saja apa yang di katakan Kara, geng motor bernama Skala itu terus menerus mengganggu anak Alvaska.

"Heh, kalian ngapain di sini?!" Suara cempreng buk Karma memasuki telinga mereka.

Kelvin lompat ke bawah lalu menyugar rambutnya kebelakang, "Ibuk Karma yang cantiknya tujuh tanjakan, ibu kan bisa liat kami lagi ngapain,"

Buk Karma memicingkan matanya, "Kalian mau nyolong rambutan kan?" katanya penuh selidik.

Luka Untuk Lea || On Going Where stories live. Discover now