1. Kelompok

22.3K 1.5K 1K
                                    

"Saya akan membagikan kelompok untuk tugas penelitian biologi materi bab ini. Ngomong-ngomong, kalian ingin memilih anggota kelompok sendiri atau saya bagi menurut absen?"

Pria paruh baya dengan kacamata kotak besar yang berdiri di atas podium kelas mengedarkan pandangan ke penjuru kelas. Semua orang di dalam kelas saling melirik. Seolah mencapai suatu kesepakatan hanya dengan menggunakan kontak mata, mereka dengan kompak menjawab, "Pilih sendiri, Pak!"

"Bagus." Pria paruh baya itu mengekeh, lalu mengambil daftar hadir di atas meja guru. "Maka saya akan membagikan kelompok sesuai absen."

"Huuuuu!!!!"Semua orang segera menyorak, bahkan ada beberapa siswa yang memberi guru di atas podium kelas itu jari jempol ke bawah.

"Kalau gitu mah Bapak gak usah nanya, atuh."

"Bapak Fajar, ih, gak asik!"

"Izin menyampaikan pendapat, Pak! Orang-orang yang nomor absennya deket saya orangnya males semua, gak adil dong saya kerja sendiri!"

"DIAM!" Pak Fajar menepuk meja guru keras, membuat kelas seketika hening. Ekspresi para siswa-siswi kusut, namun beberapa diantaranya cengengesan, sepertinya puas dengan pilihan Pak Fajar untuk membagikan kelompok berdasarkan nomor absen. "Kelompok dibagi sesuai absen. Jika ada salah satu anggota kelompok yang tidak bekerja sama, tidak perlu menyertakan namanya. Mengerti?"

Tidak ada yang menyahuti Pak Fajar, hingga Pak Fajar kembali menepuk mejanya. "MENGERTI?!"

"Mengerti," sahut siswa-siswi dengan tak semangat.

"Saya akan membagi kelompok menjadi empat. Karena jumlah kelas ini 23 orang, maka ada satu kelompok yang hanya memiliki lima orang anggota. Saat nama kalian dipanggil, tolong angkat tangan karena saya ingin sekalian mengabsen. Saya mulai dari kelompok satu. Agraish Tamael Mahesa."

Cowok yang duduk di kursi roda paling pojok dekat jendela itu akhirnya menoleh dari jendela ke depan kelas, menatap Pak Fajar lalu mengangkat tangannya rendah.

Pak Fajar menatapnya sejenak, sebelum mengangguk dan kembali menunduk membaca daftar hadir. "Alkairo Rakhayasa."

Kali ini cowok yang duduk tegap di depan Agraish mengangkat tangan. Meski tidak terlihat malas seperti Agraish, namun dia memiliki wajah tanpa ekspresi dengan acuh tak acuh samar dari gesturnya.

"Baik." Pak Fajar memperbaiki letak kacamatanya. "Berikutnya. Anggasta Jaskaran Kanagara. Jaskaran, angkat tanganmu."

Cowok dengan seragam rapi yang duduk paling pojok depan dekat pintu kelas mengangkat tangannya. Melihat sosok itu mampu membuat Pak Fajar mengangguk puas dengan senyum tipis di bibirnya. "Anggota keempat, Badruddin Diaskar Rajash."

Tidak ada tanggapan. Pak Fajar mengerutkan kening. "Badruddin Diaskar Rajash."

Hening beberapa detik. Mata tajam Pak Fajar langsung beredar ke penjuru kelas dan berhenti di sosok yang tidur nyenyak sambil bertopang dagu. Matanya terpejam dengan mulut sedikit terbuka, membuat sudut bibir Pak Fajar berkedut. 

Beberapa orang di kelas sudah mulai cekikikan, bahkan orang di sekitar Rajash, nama sosok yang tertidur itu, tidak ambil pusing untuk membangunkannya.

Pak Fajar mengambil penggaris, berjalan mendekati sosok cowok itu sebelum memukul meja di depannya menggunakan penggaris. "Badruddin. Diaskar. Rajash." Panggilnya penuh penekanan.

Kepala Rajash hampir jatuh membentur meja karena kaget. Dia membuka mata, memperlihatkan mata merah karena kekurangan tidur. "Loh, kok bapak di depan saya?"

"Kenapa kau tidur saat kelas saya berlangsung, Rajash?"

Rajash cengengesan sembari menggosok tengkuknya. "Saya begadang buat bantu emak dan bapak saya, Pak."

REDAMANCYWhere stories live. Discover now