20. Hopefully

8K 968 656
                                    

Jeevans melihat sekitar, dia kehilangan jejak Violet. Dalam benaknya mulai muncul banyak kemungkinan tentang perginya Violet, namun satu yang pasti. Gadis itu kemungkinan besar marah karena mengira dia selingkuh.

Dia ingin segera menjelaskan kepada gadis itu bahwa dia tidak selingkuh. Memikirkan ditinggal oleh seseorang yang dia suka— tidak. Jeevans tidak bisa membayangkan hal itu terjadi.

Perasaan Jeevans kalut. Dia mencari Violet hampir di sepanjang jalan. Wajahnya sedikit demi sedikit pucat, jantungnya berdebar kencang. Keringat dingin mulai membasahi wajahnya.

Karena sosok Violet yang tak kunjung dia temukan, Jeevans buru-buru merogoh sakunya mengambil ponsel. Jarinya yang menekan layar sangat cepat, namun jika dilihat secara teliti, jarinya gemetar.

Spam yang dia kirimkan kepada Violet tidak kunjung mendapat balasan.

Jeevans : itu tidak seperti yang kakak bayangkan. saya yakin kakak masih di sini. tolong muncul, ya?

Jeevans : kak, tolong dengarkan alasan saya.

Jeevans : saya minta maaf.

Jeevans : kak Cathleen...

Dan masih banyak chat lain yang dia kirimkan.

"Jeev! Lo kenapa kabur sih?" Jasper menepuk pundak Jeevans sambil terengah samar. Sepertinya dia berlari untuk mengejar Jeevans.

"Lepas. Saya ingin mencari kak Cathleen."

Ini pertama kalinya Jasper melihat Jeevans memiliki tekad yang kuat, padahal biasanya kembarannya itu terlihat acuh tak acuh. "Cathleen siapa? Eh, muka lo pucet. Lo oke?"

Pertanyaan Jasper tidak ditanggapi Jeevans. Dia masih sibuk mengirim pesan lalu sesekali mengedarkan pandangan, berharap bisa melihat sosok Violet meski hanya sedetik saja.

Namun ekspektasinya itu terlalu tinggi karena sejak tadi dia belum menemukan kehadiran Violet yang menghilang di sekitar tempat ini. Tanpa memperdulikan kebingungan Jasper, Jeevans kembali melanjutkan langkah, berlari kecil. Kali ini dia tidak berkeliling lagi di dalam mall, melainkan langsung keluar dan menaiki taksi menuju apartemen Violet.

Dalam perjalanan, ponselnya terus bergetar oleh panggilan dan chat masuk. Jeevans menatap benda pipih itu lekat, berharap mendapat balasan dari Violet. Sayangnya tidak. Semua itu berasal dari Jasper yang menanyakan lokasinya. Bibir Jeevans terkatup erat dan mencengkram ponselnya kuat.

Dia tiba di apartemen gadis itu dan bergegas menuju unitnya. Meski peluang kecil bahwa Violet telah pulang, dia masih tetap berusaha. Beberapa kali dia memencet bel, namun tidak ada tanggapan.

Jeevans mengangkat ponselnya, kembali mengirimkan pesan serta menelpon Violet. Kepalanya tertunduk, poni rambutnya hampir menutupi matanya.

Dia melakukan kesalahan lagi...

***

Violet bersedekap dada sambil menatap pria dan wanita di hadapannya yang sedang mengatur makanan yang baru saja disajikan oleh pramusaji restoran. Melihat hubungan mereka yang harmoni, dia mendengkus lalu membuang muka.

Dari banyaknya tempat di Jakarta, mengapa mereka bisa ada di mall yang sama dengannya?

"Violet, makan dulu." Wanita penuh senyum ramah itu meletakkan sepiring nasi di hadapan Violet. Dia bahkan meletakkan lauk pauk berdekatan dengan Violet, agar gadis itu mudah mengambilnya.

"Dia sudah besar, untuk apa membantunya menyajikan makanan?" Pria di sampingnya berkata tanpa daya, sorot mata luar biasa lembut terarah pada wanita itu.

REDAMANCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang