26. Deeper

8.6K 1K 561
                                    

Jeevans tertidur nyenyak di apartemen Violet. Ketika dia membuka mata, sinar matahari yang berasal dari jendela yang tidak dihalangi gorden segera menyeruak masuk ke matanya. Jeevans mengernyit samar, kembali memejamkan mata lalu membalikkan tubuh menyembunyikan wajahnya di punggung sofa.

Beberapa saat mengumpul nyawa, perlahan dia menegakkan tubuh, mengucek matanya sebelum menyadari sesuatu.

"Kak Cathleen?" Panggilnya lembut, menjauhkan tangan dari matanya dan bergegas mengedarkan pandangan. Seragam sekolah di tubuhnya sudah kusut, rambutnya sedikit berantakan dengan ekspresi bingung.

Apartemen ini begitu sunyi, tidak ada suara apapun. Ruangan itu hanya memiliki sumber cahaya matahari yang masuk dari jendela sebagai penerang. Jeevans kemudian mengeluarkan ponselnya, menatap benda pipih itu yang kosong tanpa notifikasi.

Perlahan Jeevans bangkit dari sofa, melirik sekitar namun tidak berani masuk ke kamar tidur. Dia masih menghargai privasi gadis itu—lebih tepatnya takut Violet marah. Jadi selama tidak diizinkan masuk, dia tidak akan melakukannya.

Tidak ada yang istimewa dari apartemen Violet, masih sama seperti terakhir kali dia lihat. Namun ada satu hal yang menarik perhatian Jeevans. Sebuah kandang kecil yang terletak di atas nakas berisi sleeping pouch yang tergantung di tengahnya.

Alis Jeevans terangkat, berjalan mendekat dan meletakkan kedua tangannya di lutut untuk menopang tubuhnya yang tercondong ke depan. Wajahnya tepat di depan kandang kecil itu. Tatapannya terarah lekat pada sleeping pouch itu, dengan riak bingung melintas di matanya.

Begitu sebuah kepala mungil dan berbulu menyembul dari dalam sleeping pouch tersebut, mata Jeevans melebar, bibirnya sedikit terbuka. Riak bingungnya berubah menjadi kejutan dan kata "ah" lembut mengalir dari bibirnya.

Sosok kecil itu kembali bersembunyi di dalam sleeping pouch itu, meninggalkan Jeevans terperangah di tempat dengan posisi tak berubah.

Suara pintu terbuka bahkan tidak membuat perhatian Jeevans goyah. Dia masih menatap sleeping pouch itu lekat, tatapannya berubah menjadi pengharapan akan melihat sosok berbulu itu lagi.

"Loh, udah bangun? Gue kira bakal kebablasan sampe malem." Violet menenteng sebuah kresek mendekat, mendapati Jeevans tidak meliriknya barang sedetik saja.

Melihat apa yang ditatap cowok itu, Violet terkekeh dan berjalan ke meja makan untuk meletakkan makan siang yang dibelinya sebelum kembali mendekati Jeevans lalu mengangkat kandang itu menuju sofa.

Bak anak kecil yang menantikan mainan baru akan diberikan oleh ibunya, Jeevans mengekori Violet dengan mata terus tertuju pada kandang tersebut. Violet meletakkan kandang itu di atas meja, membuka kandang dan mengeluarkan sleeping pouch tersebut. Kemudian tanpa basa-basi mengeluarkan sosok yang bersembunyi di dalamnya.

Jeevans yang duduk sambil mengamati itu mencondongkan tubuh ke depan dengan pupil mata menyusut. Sudut bibirnya melengkung dengan tatapan yang semakin excited. "Epan?"

"Anak lo, kan?" tanya Violet sambil menoleh menatapnya lucu, membiarkan sugar glider berbulu putih itu merayap di tangannya.

Jeevans mengangguk senang, lalu menoleh ke arah Violet dengan binar di matanya. "Boleh saya pegang, kak?"

Lucu. Pikir Violet gemas.

"Boleh, lah." Violet meletakkan sugar glider bernama Epan itu ke tangan Jeevans, membuat tubuh Jeevans menegang kaku sekaligus gugup.

Epan adalah peliharaan yang Violet asuh semasa dia masih dalam tahap pendekatan dengan Jeevans. Awalnya dia memutuskan memelihara sugar glider karena imut, tetapi dia juga menggunakannya untuk memancing percakapan dengan Jeevans. Alhasil, Jeevans makin mencintai Epan yang dia anggap sebagai anak asuhnya. Iya, Jeevans ayah dan Violet ibunya. Mendengar Jeevans menyebut dirinya ayah Epan, Violet terkadang geli sendiri. Tetapi selama sang pacar bahagia, dia tidak akan menghancurkan kesenangannya.

REDAMANCYWhere stories live. Discover now