6. Direbut

10.7K 1.2K 1.1K
                                    

Violet tidak bisa berkutik, apa lagi saat merasakan hawa keberadaan di belakangnya. Tenggorokan Violet bergerak naik turun seirama dengan suara tegukan salivanya. Keringat mulai membanjiri keningnya.

Rajash sialan. Rutuknya dalam hati. Cowok itu bilang tidak takut, namun dia yang paling semangat kabur saat menghadapi situasi ini.

Bukannya Violet tidak ingin kabur juga. Namun kaki Violet mati rasa, tidak bisa digerakkan sedikit pun. Jantungnya berdebar kencang seakan ingin melompat keluar dari dadanya.

Apa yang harus dilakukan Violet sekarang?

Rasanya seperti mimpi buruk. Ini kedua kalinya Violet ingin menangis karena hal berbau mistis, sebab yang pertama kali adalah saat dia dengan sok berani masuk ke rumah hantu hingga pingsan di dalamnya.

Tubuh Violet sudah panas dingin, kakinya gemetar, apa lagi saat dia merasa pundaknya berat karena sebuah sentuhan.

Memberanikan diri, Violet membalikkan tubuhnya dengan mata terpejam, namun dia tetap berusaha mengintip. Saat melihat sosok berhoodie dengan masker, mulutnya terbuka, hendak berteriak, namun sosok di hadapannya segera membekap mulutnya.

Akhirnya mata Violet yang terpejam kini terbuka lebar, memperluas dan memperjelas penglihatannya. Dari sentuhan dan sosok yang berdiri di hadapannya... eh, sepertinya bukan hantu?

Violet mengangkat tangan, memegang lengan sosok yang berdiri di hadapannya untuk memastikan bahwa dia bisa menyentuhnya, tidak tembus, sebelum menarik tangan cowok itu agar lepas dari mulutnya.

"L-lo... manusia?" Karena sisa ketakutan, suara Violet masih gemetar.

Dibalik masker, Jeevans membuka mulut hendak menjawab, namun dia berpikir sejenak sebelum menutup mulutnya dan hanya mengangguk sebagai balasan.

Violet menatapnya beberapa saat, seolah memastikan sosok di hadapannya sungguh-sungguh manusia sebelum pundaknya menjadi lebih rileks. Violet menghapus keringat di keningnya menggunakan punggung tangannya sambil membuang nafas lega.

"Lo bikin takut aja." Gadis itu cemberut, lagi-lagi menatap cowok itu, sepertinya tidak menyadari bahwa yang didepannya adalah Jeevans. "Kenapa lo sok misterius gitu? Bikin suara dong, jangan asal pegang aja. Kan kaget."

Jeevans hanya diam menerima omelan dengan senyum di matanya.

Menyadari mata cowok di hadapannya melengkung, Violet memelototinya ganas. "Dih, senyam-senyum."

Kak Cathleen aslinya lebih galak. Pikir Jeevans dengan senyum di matanya yang semakin jelas.

"Kok lo daritadi diem? Ngomong dong!" Seru Violet gemas.

Jeevans masih tidak ingin berbicara, takut Violet mengenali suaranya. Secercah ide menghampiri Jeevans. Cowok itu kembali duduk di kursinya, menulis sesuatu di sebuah buku membuat Violet penasaran dan mendekatinya untuk mengintip apa yang dia tulis.

'Maaf. Gue tidak bermaksud.'

Perpaduan bahasa gaul dan formal itu membuat kepala Violet pening. Dia menggeleng pelan, lalu menyadari sesuatu.

"Lo... gak bisa ngomong?"

Jeevans mengerjap pelan sebelum mengangguk. Ekspresi Violet shock, dia segera menggigit jari jempolnya dan rasa bersalah seketika membanjirinya.

Ada dua pola pikir di antara keduanya. Jeevans yang mengiyakan pertanyaan Violet karena tidak ingin berbicara sebab takut Violet mengenali suaranya, dan Violet yang menyimpulkan jawaban Jeevans sebagai bisu.

Violet duduk di sebelah Jeevans, menatapnya dengan sorot kasihan. "Lo kembarannya Jaskaran?"

Jeevans mengangguk pelan.

"Kenapa pake masker dan tudung hoodie? Lagi sakit?" tanya Violet, kali ini suaranya lebih lunak daripada biasanya.

Yang bisa Jeevans lakukan hanyalah mengangguk. Teringat betapa takut gadis itu soal perpustakaannya, Jeevans menunduk dan kembali menulis di kertas tadi, isinya : 'Perpustakaan ini tidak ada hantunya, jangan takut.'

Alis Violet terangkat. Memikirkan reaksinya tadi, senyum canggung tersungging di bibirnya.

Untuk menghilangkan adegan memalukan itu, Violet berdeham dan segera mengganti topik. "Jadi, Jaskaran punya dua kembaran? Kalian kembar tiga?"

Jeevans mengangguk lembut, sorot matanya menatap Violet excited. Dia tidak pernah menyangka akan bisa berbicara dengan gadis itu sedekat ini.

"Wow, nyokap lo kuat juga." Violet mengekeh namun dia mengusap lengannya yang merinding membayangkan melahirkan tiga bayi dalam satu waktu.

Mata Jeevans mengerjap, kemudian pandangannya turun menatap kertas di hadapannya. Ibu? Dia dibawa pergi oleh neneknya ke Belanda saat berumur enam tahun. Seperti apa rasanya memiliki ibu di sisinya? Jeevans tidak tahu itu.

"Btw gue denger kalian bertiga tinggal sendiri di sini. Kalian gak takut apa, tinggal di tengah hutan? Bisa aja hewan buas masuk, atau gak perampok, dan kemungkinan yang lebih buruk itu setan!"

Suara Violet menarik Jeevans dari pikirannya. Dia menoleh, menatap gadis di sebelahnya yang sedang memandang ke jendela di mana hamparan pepohonan terlihat jelas.

Jeevans kembali menulis di kertas : 'TIDAK'

Violet melirik kertas yang disodorkan laki-laki itu, mencuatkan bibir lalu mendesah.

"Eh, ngomong-ngomong nama lo siapa? Kenalin, gue Violet, tapi kalo sama orang luar negeri, gue lebih suka dipanggil Kath!" Violet cengengesan sambil mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.

Jeevans menjabat tangannya, ragu-ragu apakah harus mengakui identitasnya sekarang—hingga pintu perpustakaan dibuka paksa, menampilkan Rajash yang berlari ke arah Violet dan menariknya kabur.

"Gue tau lo bego, tapi jangan temenan sama setan juga dong!" ucap Rajash yang menarik Violet keluar dari perpustakaan, meninggalkan Jeevans yang bergeming di tempat, mencerna keadaan.

Kak Cathleen direbut darinya... Pikir Jeevans dengan riak kehilangan di matanya.

TBC

July 12, 2023.

1k komen dan vote jangan dilupaaa.

REDAMANCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang