18. Who's she?

8.9K 941 509
                                    

Rumah yang biasanya damai dan tentram sekarang bernuansa aneh dengan kehadiran dua tamu. Ketika Jeevans turun dari tangga untuk memperoleh sarapan, dia melihat seorang wanita paruh baya yang terawat dari ujung rambut hingga ujung kaki duduk di salah satu kursi meja makan dengan gadis asing kemarin. Tidak seperti biasa pula, Jasper yang bangun paling telat kini telah duduk di sana, menunggu sarapan selesai.

Mata Jeevans terhenti pada mereka sejenak, lalu melangkah mendekat dan duduk di kursi pojok.

"Kamu... Jeevans?" Suara wanita paruh baya itu terdengar ragu, memandangnya dengan tatapan aneh sekaligus asing.

Jeevans menoleh menatapnya, lalu mengangguk singkat. Dia tidak tahu harus merespon apa. Siapa wanita ini? Rasanya familier tetapi Jeevans tidak dapat mengingatnya. Mungkin karena make up atau penampilan barunya yang mengaburkan ingatan Jeevans tentang sosok wanita itu.

Melihat respon Jeevans yang dirasa kurang memuaskan, wanita itu mendengkus. "Datang tanpa menyapa, gak tau sopan santun ya kamu?"

"Mah," ucap Jasper berusaha menengahi. Dia menatap Jeevans sekilas sebelum wanita itu, Gia, yang tak lain dan tak bukan adalah sosok yang melahirkan mereka.

"Kenapa? Mama gak salah bicara. Kembaranmu itu gak punya sopan santun. Padahal ini pertama kali bertemu mama." Gia melirik Jeevans semakin sinis. "Apa yang para orang tua itu ajarkan selama kamu di sana? Oh, di sana, kan, bebas. Mungkin tata krama dan menghormati orang tua gak berlaku lagi bagimu."

"Mamah!" Seru Jasper. Rasanya dia yang malu menghadapi Jeevans jika sang mama terus berkata yang tidak-tidak.

"Kenapa? Kamu baru keluar rumah udah berani bentak mama? Mau jadi apa sih kamu?" Seloroh Gia kepada Jasper yang mengambil atensinya.

Karena Jasper, akhirnya Jeevans dapat mengklasifikasikan status wanita itu. Ibu. Tatapan Jeevans terus melekat kepada Gia untuk beberapa detik tanpa berkedip. Jadi begini sosok ibunya?

"Jeevans?" Suara cempreng yang semalam Jeevans dengar kembali. Gadis yang duduk di sebelah Gia bersedekap dada sambil menatap Jeevans lekat. "Jadi nama lo Jeevans?"

Jeevans akhirnya mengalihkan tatapannya kepada gadis itu lalu mengangguk menanggapi.

Gadis itu tercengang oleh anggukan lembut itu. "Lo keliatan berbeda dari si curut bego itu. Kayaknya lebih pinter."

Ekspresi Jasper masam mendengar hinaan gadis itu.

Gadis itu mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan Jeevans. "Gue Hinava."

Jasper segera menambahkan. "Dia adek kita, Jeev."

Jeevans menatap tangan Hinava yang terulur itu, sebelum mendongak dan mengangguk kepada Hinava, mengiyakan. Tapi tidak membalas uluran tangan tersebut.

Kak Cathleen tidak suka saya genit. Saya tidak boleh berkhianat. Pikir Jeevans sembari menarik pandangannya untuk menatap dapur. Dia melihat sosok lain di sana, bukan Jaskaran yang setiap hari menyiapkan makanan.

"Kak Jaskaran?" tanya Jeevans kepada Jasper, tidak menyadari reaksi Hinava terhadap penolakannya.

"Ada urusan terus keluar pagi-pagi." Jasper menyahutinya sambil mengamati ekspresi berbeda dari Gia dan Hinava setelah melihat sikap acuh tak acuh Jeevans.

"Lo..." Hinava menatap tangannya yang tidak ditanggapi, ekspresi luar biasa tercermin di wajahnya.

Gia menggebrak meja. "Jeevans! Apa-apaan kamu? Adikmu ingin berkenalan denganmu! Sikap sombong macam apa ini?"

Inilah yang Jasper takutkan terjadi. "Mah, Jeevans gak-"

"Diem kamu! Saya gak bicara sama kamu!" Gia memelototi Jasper lalu berkacak pinggang dengan tatapan marah kepada Jeevans. "Meski saya bukan orang yang membesarkan kalian, tetap saja saya ini mama kalian! Sejak saya ke sini, tidak ada yang menghormati saya sebagai orang tua!"

REDAMANCYWhere stories live. Discover now