11. Should I keep crying?

12.3K 1.4K 551
                                    

Setelah mendengar sesuatu yang luar biasa dari Jaskaran, Jeevans membalikkan badan, kaki panjangnya melangkah keluar dari pintu rumah dan mendekati motornya yang masih terparkir di halaman rumah. Ponselnya kini dalam status memanggil seseorang. Namun panggilan tersebut terputus ketika tidak ada tanggapan dari nomor yang dituju.

Kening cowok itu sedikit mengerut. Kali ini dia tidak menelpon, melainkan menggunakan metode lain yakni mengirim spam chat.

Jeevans : Kak...
Jeevans : Kak Cathleen di mana? Saya ingin bertemu

Sekilas Jeevans bisa melihat status Violet online. Hanya beberapa detik, sebelum menghilang. Namun bukankah itu menandakan Violet sedang memegang ponselnya? Apakah gadis itu sedang marah sekarang? Jeevans yakin pacarnya marah padanya.

Dengan bibir terkatup rapat, jarinya kembali menari di atas keyboard ponselnya.

Jeevans : Kak, saya mau minta maaf ಠ⁠︵⁠ಠ

Jeevans : Kak Cathleen, saya ingin menangis.

Akhirnya status chatnya berwarna biru—tanda dibaca. Sebelum Jeevans sempat mengirim chat lainnya, sebuah lokasi dikirim oleh gadis itu, membuat Jeevans melebarkan mata sedetik dan penuh semangat menjawab,

Jeevans : Terima kasih, Kak.

Saat hendak memasukkan ponsel ke sakunya, Jeevans teringat sesuatu dan kembali mengirim Violet chat.

Jeevans : Kak Cathleen dilarang kemana-mana! Tunggu saya.

Di sisi lain, di sebuah warung makan, Violet duduk di bagian meja lesehan dengan satu kaki ditekuk, memandang chat dari Jeevans dengan senyum merekah di bibirnya.

"Dih, kesambet lo? Senyam-senyum sendiri bikin gue merinding." Seorang diantara para cowok yang duduk di sekitar Violet mengejek.

"Pacar gue gemesin banget..." Violet memandang chatnya sekali lagi dan terkikik. Dilihat dari chat tersebut, sepertinya Jeevans sudah menebak bahwa dia telah menyadari keberadaan cowok itu. Entah dari mana, Violet tidak peduli. Dia hanya ingin mengerjai cowok itu sekarang, sebagai balasan tidak jujur kepadanya.

"Lah, punya pacar lo?" Cowok yang baru saja datang meletakkan sebotol kecap di meja sambil menatap Violet horor. "Hati tak berdosa mana lagi yang bakal lo sakiti?"

"Sialan, lo kira gue kek lo? Ada cewek tiap gang?" Violet memelototinya.

"Seenggaknya gue ngetreat cewek-cewek gue dengan baik. Bukan kayak lo, gak minat langsung dighosting!"

"Dih, gue gak ghosting, ya! Itu namanya cut off secara mandiri!" Violet membela diri.

"Mau cut off, mau copy off kek, tetep aja lo bikin hati seorang pemuda tak berdosa tersakiti."

"Babi."

"Siapa cowok baru lo, Vio?" Seorang yang lainnya bertanya, menghentikan perdebatan mereka.

"Anak sekolah lo." Violet menjawab santai sembari mengaduk es tehnya menggunakan sedotan.

"Pantes aja gue ngerasa aneh, setan kuat jenis apa yang merasuki setan kayak lo dateng ke SMA Pelita Jaya."

Violet memutar bola matanya, menyesap es tehnya sebelum bangkit. "Pacar gue mau dateng, cocoknya pesenin minuman apa ya?"

"Dateng? Ke sini? Sekarang?" Beo para cowok itu sepertinya tak menyangka.

"Ke Hongkong. Ya ke sini, lah. Nemuin bidadarinya."

"Gue gak nyangka kepercayaan diri lo udah naik sepesat ini, Vio."

"Pacar lo macam apa emangnya? Pesenin kopi, dong. Biar nangkring sama kita di sini."

REDAMANCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang