31. Bite you

8.8K 1K 656
                                    

"Jeev, temenin gue minum, yuk?"

Jeevans mendudukkan Violet ke kursi meja makan yang paling dekat jaraknya dari pintu masuk. Dia melirik botol di tangan Violet sebelum mengangguk. "Baiklah."

Violet terkekeh lalu berusaha membuka tutup botol tersebut. Beberapa menit tak membuahkan hasil, Violet memberengut. "Ah, susah amat!"

"Kak, biar saya yang melakukannya." Jeevans buru-buru mengambil alih botol tersebut dan bangkit ke dapur untuk mengambil bantuan.

Violet bertopang dagu, menatap punggung bidang cowok itu dengan mata berpendar-pendar. Saat Jeevans kembali dengan dua gelas kosong beserta botol wine yang sudah terbuka, senyum Violet semakin cerah.

"Pinter banget sih cowok gue." Violet terkikik. "Cepet, tuangi gue!"

Jeevans mengangguk, menuangkan setengah gelas ke kedua gelas tersebut dan menatap Violet yang segera menyesap wine di gelasnya.

"Not bad. Lebih enak dibanding di aula tadi." Gumam Violet sambil terus menyesap. Gambaran sang ayah berdiri bersama Tante Cintya kembali melesat di benaknya. "Jeev, nanti jangan jadi brengsek kayak dia, lo ngerti?"

Jeevans memiringkan kepala, matanya masih terpaku pada sisi wajah Violet. Dia tidak tahu siapa yang Violet maksud.

"Udah punya istri, masih aja selingkuh. Kenapa sih, orang-orang susah bertahan sama satu pasangan?" Di luar kendalinya, Violet mulai mengeluarkan isi hatinya. Dia tidak sepenuhnya mabuk, hanya merasa dadanya sangat pengap dan butuh dibebaskan dari desakan tak nyaman yang terpendam itu. Matanya memerah sembari kembali menyesap wine.

"Saya juga tidak mengerti itu." Jeevans perlahan menunduk, menatap cairan merah di gelas yang belum dia sentuh sejak tadi. Melirik Violet yang meminum wine dengan khidmat, perlahan Jeevans mengulurkan tangan memegang gelas lalu menyesap wine didalamnya.

"Bagus. Jangan dipelajari, oke? Lo harus merasa cukup sama satu cewek. Yaitu gue." Violet tersenyum sembari meletakkan gelasnya dan bertopang dagu. Dia terdiam sejenak, matanya menyipit dengan bayang-bayang keluarganya yang cukup rumit. "Hmm... menurut lo, gue salah gak benci ayah gue sendiri?"

Mata Jeevans menjadi cerah saat merasakan bahwa minuman itu sangat cocok dengan seleranya. Dia meminumnya hingga tandas dan kembali menuangkan wine ke gelasnya dan gelas milik Violet. Tak lupa menyahuti pertanyaan Violet, "Selama kak Cathleen punya alasan, menurut saya tidak."

"Iya juga, ya. Gue benci sama dia. Gue bertanya-tanya, kekurangan ibu gue apa sampai dia rela menduakan ibu gue. Dia nikah sama wanita lain sementara dia masih punya ikatan pernikahan sama ibu gue." Violet menggertakkan gigi. "Kadang gue berpikir, apa orang ketiga adalah orang yang tepat? Soalnya kalo emang cinta ayah gue sepenuhnya untuk ibu gue, harusnya gak ada celah buat wanita lain masuk."

"Bukannya itu menandakan beliau tidak cukup satu wanita?"

Celetukan tanpa beban Jeevans membuat Violet mengekeh. Dia masih bertopang dagu dengan satu tangannya, sementara tangannya yang lain sibuk melingkari pinggir gelas menggunakan jari telunjuknya. Dia termenung cukup lama, lalu menghela nafas gusar sembari menolehkan kepala.

"Ngomong-ngomong thanks dengerin bacotan gue. Udah tengah malem, lo mau pulang sekarang?" Pertanyaan Violet terhenti saat melihat Jeevans berusaha menuangkan wine yang telah habis dari botol ke gelasnya. Seketika Violet memiliki firasat buruk. "Jeev?"

Bibir Jeevans mencuat, wajahnya memerah. Masih memegang botol, dia menoleh ke arah Violet dengan mata berair. "Kak Cathleen, minumannya habis..."

Violet tertegun. Suasana hatinya yang buruk langsung terhempas oleh situasi tak terduga ini. "Gila, lo habisin semuanya?"

REDAMANCYWo Geschichten leben. Entdecke jetzt