13. Breakfast full of love

12.3K 1.2K 647
                                    

Setelah delapan tahun, Violet tidak pernah merasakan apa yang disebut rasa terharu. Semua perasaan sejenis itu berhenti ketika dia berada di umur 10 tahun.

Namun berbeda pagi ini. Meski Violet mandi asal-asalan, rambut tidak disisir rapi, dan bahkan hanya mengenakan sunscreen di wajah, Violet bergegas turun ke lantai dasar apartemennya setelah lima belas menit yang lalu menerima telpon dari Jeevans bahwa cowok itu sudah berada di depan apartemennya, siap mengantar dia ke sekolah.

Dasi gadis itu bengkok, nafasnya sedikit tersengal karena baru selesai lari dari lift menuju halaman depan. Ketika pandangannya terpatri pada sosok berseragam putih abu-abu dengan jaket hitam sedang menunggu di atas motor sambil memainkan ponsel, gadis itu tercengang.

Jeevans benar-benar di sini...

Pertemuannya dengan Jeevans masih seperti mimpi bagi Violet. Keberadaan cowok itu yang awalnya terpisahkan oleh benua, tiba-tiba sudah di depan mata, siapa yang bisa menerima kenyataan secepat ini?

Dengan langkah tegas Violet mendekatinya, wajah tanpa ekspresinya kadang membuat orang-orang tidak bisa menebak seperti apa pikirannya saat ini.

Padahal di dalam diri Violet, ada rasa aneh dan familier mengalir. Itu adalah rasa terharu. Sudah berapa lama dia tidak memiliki sosok yang mengantarnya ke sekolah?

Setelah bertahun-tahun lamanya, setiap hari selalu berangkat dan pulang seorang diri, Violet pikir dia sudah sangat mandiri. Tetapi begitu tahu hari ini dia akan memiliki sosok yang akan mengantarnya, jujur saja Violet menjadi linglung.

Merasakan kehadiran seseorang, Jeevans mendongakkan kepala. Dia melihat wajah tenang gadis yang mendekat itu, senyumnya segera mekar dan ponselnya dia masukkan ke saku dalam jaketnya.

"Selamat pagi, Kak Cathleen." Sapaan hangat dengan senyuman manis yang terlukis di wajah tampan Jeevans membuat hati Violet meleleh seperti lilin.

"Kenapa gak info dulu kalo pagi ini mau jemput? Kalau gue udah berangkat gimana?" Violet berhenti di depan Jeevans, berkacak pinggang dan menatap cowok itu serius, siap mewanti-wanti.

"Saya tahu Kak Cathleen masih di apartemen," jawab Jeevans ringan.

Alis Violet terangkat satu. "Pede bener? Tau dari mana lo?"

Jeevans mengerjap, melirik jam yang melingkari pergelangan tangan kirinya. "Karena kakak sering terlambat ke sekolah. Masih ada sejam sebelum pintu gerbang sekolah kakak ditutup. Jadi saya yakin seharusnya saat ini kakak belum berangkat."

Violet tercengang. "Siapa yang bilang?!"

Siapa yang berani membocorkan keburukannya kepada brondong kesayangannya ini? Mau taruh di mana wibawa Violet sebagai tetua yang harus menuntun anak muda ke jalan yang benar?!

Jeevans menjilat bibir merah mudanya, kepalanya sedikit menunduk, menghindar membalas tatapan Violet. "Saya mendengar percakapan kakak dan yang lainnya saat kalian mengerjakan tugas kelompok di rumah."

Mata Violet menyipit dan pikirannya melayang  pada kelakuannya selama berada di rumah Jeevans bersama teman-teman kelompoknya. Sepertinya semua informasi keburukannya sampai di telinga Jeevans karena mulut ember Rajash yang selalu mencemooh dirinya.

Sial, sepertinya Violet harus balas dendam kepada Rajash karena telah menjatuhkan harga dirinya di depan Jeevans!

Tapi... tunggu—

"Lo denger?" Sudut bibir Violet berkedut ketika menyadari sesuatu. Dia mencondongkan tubuh ke depan, tatapannya menghardik Jeevans. "Lo nguping?"

Pupil mata Jeevans bergetar, warna merah segera menyebar di wajah hingga telinganya. Dengan penuh rasa bersalah dia membuang muka, terlalu canggung membalas tatapan gadis itu.

REDAMANCYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang