22. Affection

8.6K 1K 694
                                    

Violet tertegun sejenak. Lengan Jeevans yang melingkari pinggangnya sangat erat, membuatnya tidak bisa berkutik.

"Gue gak pergi, cuma mau ambilin lo air." Violet mengulurkan tangan mengelus belakang kepala Jeevans. Dia bisa merasakan pelukan Jeevans semakin mengerat.

"Saya tidak butuh air. Saya butuh kak Cathleen." Suara lemah Jeevans terdengar samar. Dia masih menenggelamkan wajahnya di pinggang gadis itu. Jantungnya berdebar dua kali lebih cepat, tapi kepalanya pusing dan tubuhnya terasa lemas. "Kak Cathleen jangan pergi."

Jeevans memohon dengan suara samar karena wajahnya tenggelam di pinggang gadis itu, suaranya juga terdengar bergetar, membuat Violet merasa tak berdaya.

"Oke, gue gak pergi," ucap gadis itu masih mengelus rambut Jeevans. Meski Jeevans terlihat lebih tenang, pelukannya masih kuat dan tidak ada tanda-tanda ingin melepaskannya.

"Kak Cathleen?" gumam Jeevans, sebelum perlahan mendongakkan kepala.

Hati Violet meleleh. Tangannya yang berada di rambut cowok itu merambat ke arah pipinya, mengelus kulit mulusnya yang terasa hangat karena demam. "Kenapa?"

Bibir Jeevans sedikit mencuat. Kelopak matanya turun, sehingga Violet tidak bisa melihat bagaimana sorot matanya. "Saya tidak selingkuh. Jangan marah..."

Diingatkan oleh masalah itu, Violet tak berdaya. Tapi menggoda cowok itu menyenangkan, dan mau tak mau Violet ingin sedikit mendramatisir masalah. "Jelas-jelas gue lihat lo gandengan sama cewek itu. Menurut lo, kata-kata lebih bisa dipercaya dibanding apa yang terlihat?"

Pupil mata Jeevans bergetar. Dia kembali memeluk pinggang Violet erat, takut gadis itu tiba-tiba melarikan diri seperti kemarin. "I don’t see why I would go looking for a second girl when my first one is already more than enough. Tapi kakak benar, dia menyentuh saya..." Di akhir kalimat, suara cowok itu terdengar mengeluh.

Violet merasa lucu dan senang. Kalimat Jeevans terasa seperti mengadu seolah dia telah teraniaya. "Berarti lo ternodai," balas Violet jenaka.

Sayangnya, gurauan Violet dianggap serius oleh Jeevans. "Benar, bagaimana ini..." Bibir cowok itu mencuat sedih.

Tak habis pikir, kenapa Jeevans sangat naif? Rasanya Violet ingin mencubit pipinya dengan keras, jika saja dia tidak ingat cowok ini sedang sakit sekarang. Baru hendak berbicara, Jeevans bergerak lebih dahulu, membuat Violet menatapnya bingung.

"Dia menyentuh saya di sini." Jeevans mengangkat lengan kanannya, menunjukkan bahwa Hinava kemarin menggandeng dia di sana.

Mata Violet terarah pada lengan cowok itu. Dia bingung. "Terus?"

"Jadi, Kak Cathleen harus bantu saya hilangkan bekas sentuhan Hinava." Jeevans menatap Violet malu-malu. "Di sini kak, pegang saja bekas sentuhan dia."

Hati Violet berdesir saat Jeevans mengarahkan tangannya menyentuh lengan cowok itu. Sementara kepala Jeevans kini baru dia sadari telah berbaring di pangkuannya. Dia memegang lengan Jeevans, mengelusnya dari pergelangan tangan hingga lengan atas. "Gini?"

Jeevans melenguh lembut. Dia kembali mengubur wajahnya di perut Violet karena wajahnya terasa panas.

Violet mengerutkan bibir, tersenyum sambil terus mengelus tangan cowok itu. "Jeev, tidurnya jangan gini. Badan lo pegal."

Jeevans tidak menyahut, malah mendusel wajahnya ke perut gadis itu.

"Baring lurus." Violet menepuk punggungnya. "Gue capek habis pulang sekolah. Mau gue temenin rebahan gak?"

Jeevans segera bergerak untuk berbaring lurus dan memberi ruang di sampingnya. Lalu matanya menatap Violet lekat, menanti Violet bergabung di sisinya.

Tanpa sadar Violet mengekeh. Dia berbaring di sisi Jeevans. Sebelum dia bisa mencari posisi nyaman, suara penuh kehati-hatian cowok itu terdengar.

REDAMANCYWhere stories live. Discover now