17. Strangers in the house

10.1K 1K 515
                                    

Jeevans memasak dengan tenang di dapur apartemen Violet. Meski terkadang cowok itu sedikit kebingungan akan tata letak barang yang dia butuhkan karena tidak terbiasa oleh posisi dapur, namun semua pergerakan cowok itu masuk ke mata Violet sebagai sosok yang sangat tampan, lembut, dan menyenangkan mata.

Gadis itu sedang bersandar di sudut mini bar dapur. Matanya bergerak mengamati Jeevans yang terlihat seperti istri kecil yang sedang memasak untuk suaminya. Memikirkan ini Violet menggeleng pelan. Salah. Seharusnya suami menggemaskan yang memasak untuk istrinya.

Sudut bibir Violet terangkat. Ternyata cowok yang pintar memasak itu benar-benar terlihat memesona.

"Kak Cathleen."

Tiba-tiba dipanggil, Violet mengerjap. "Ya?"

Jeevans tidak melirik Violet, tetapi bibirnya mengatup erat sejenak, tangannya dengan kaku mengaduk sup. "Kalau kakak terus-menerus lihat saya selekat itu, bisa-bisa secara tidak sengaja saya terluka saat memasak."

Alis Violet terangkat satu, bersedekap dada dengan sorot bingung. "Kok bisa? Kenapa? Jangan bilang lo masokis, suka sakitin diri sendiri?" Ceplos gadis itu tanpa berpikir panjang.

"Karena kak Cathleen terus menatap saya." Bibir Jeevans sedikit mencuat. "Saya gugup."

Oh, ternyata itu alasannya. Violet tertawa. Memikirkan ucapan Jeevans, Violet tidak lagi mengganggunya baik dari suara maupun tatapan dan berbalik untuk kembali duduk di sofa. "Panggil gue kalau udah selesai."

Jeevans mengangguk. Kepergian Violet dari dapur membuat pikirannya kembali jernih dan bisa lebih fokus memasak menu sesuai bahan masakan yang tersedia.

Violet kembali duduk di sofa. Sesekali melirik ke arah dapur di mana Jeevans berjalan hilir mudik. Tatapannya linglung sejenak, tidak terbiasa oleh pemandangan hangat tersebut.

Hingga tiba saat Jeevans memanggil, Violet melangkah mendekat, melihat cowok itu meletakkan menu terakhir di atas meja makan bundar yang sekiranya cukup menampung empat orang. Dia duduk di salah satu kursi, melihat satu sup dan dua hidangan lain yang terlihat menggoda.

"Gue gak nyangka lo bisa masak." Violet menerima sepiring nasi yang Jeevans berikan. Uap panas terlihat jelas melayang di atasnya.

Jeevans mengambil tempat duduk di hadapan Violet, dengan sepiring nasi lainnya. Dia menatap Violet lembut lalu menyengir. "Jika saya tidak bisa memasak, saya tidak bisa makan."

Kata-katanya benar, tapi di sisi lain tidak benar. Entah kenapa Violet merasa sesuatu setelah menelaah kata-kata Jeevans. Tetapi kecurigaannya segera berlalu saat Jeevans meletakkan potongan ayam goreng ke piringnya.

"Ayo, Kak. Coba keahlian saya." Jeevans menatap gadis itu penuh harap. Matanya seperti memiliki secerca cahaya, menembaki Violet dengan penuh semangat. "Selama di Indonesia, orang pertama yang merasakan masakan saya adalah kakak."

Violet merasa bangga dan terharu. "Bahkan dua kembaran lo belum pernah lo masakin?"

Jeevans mengangguk lembut. "Kak Jaskaran yang melakukan semuanya. Setiap pagi saat kami ke sekolah, ada ART yang datang membersihkan rumah. Sedangkan sarapan dan makan malam, Kak Jaskaran selalu membuatkannya untuk kami. Tidak ada ruang untuk membantu."

"Wow, Jaskaran juga bisa memasak?" Violet membayangkan sosok Jaskaran yang sedang memasak lalu terkikik. Sepertinya dia bisa menjadikan hal tersebut sebagai olokan untuk cowok itu.

"Bisa. Masakan Kak Jaskaran sangat enak." Jeevans memuji dengan penuh apresiasi. Sepertinya dia sangat menghormati kakak tertuanya itu.

"Oh... ayo makan." Violet sangat bersemangat melihat makanan menggiurkan di hadapannya. Warna dan bentukannya sangat menarik untuk dicicipi. Mengingat bentukan bekal nasi goreng tempo hari, mau tak mau Violet melirik Jeevans lucu.

REDAMANCYWhere stories live. Discover now