5. Insiden perpustakaan

11.8K 1.2K 1.3K
                                    

Jeevans baru saja keluar dari kamar mandi ketika mendengar ponselnya berbunyi. Dengan ekspresi yang tidak berubah, Jeevans berjalan menuju meja, tempat di mana ponselnya tergeletak, sambil mengusap rambutnya yang basah menggunakan handuk lalu meraih ponsel tersebut. Melihat sebuah video call masuk dari seseorang, sudut bibirnya terangkat dan dia segera menggeser tombol hijau.

Wajah seorang gadis berambut panjang dengan make up tipis segera terpampang besar di layar ponselnya.

"DEK!"

Senyum Jeevans membeku. Dia menatap wajah Violet lekat tanpa menyahutinya.

"Dek, dek, dek, lo denger gak? Haloo? Ini sinyal gue yang jelek apa gimana?" Layar menampilkan Violet memutar ponselnya ke sana dan ke sini. Ekspresi serius gadis itu membuat Jeevans mengerutkan bibirnya.

"Jeevans! Lo denger gue gak? Halooo??!!"

"Kenapa, kak?" Jeevans akhirnya menyahut.

"Kok daritadi lo diem-diem bae? Gue kira wifi gue mati lagi." Violet merebahkan tubuhnya di kasur. "Dek, lagi apa?"

Bibir Jeevans sedikit mencuat. "Jangan panggil saya dek. Sudah saya bilang dari awal, saya bukan adeknya kakak."

Violet menahan senyumnya dan sengaja membalas, "Lo kan emang lebih muda dari gue."

"Saya tau, tapi rasanya tidak menyenangkan mendengar kakak panggil saya adek." Jeevans cemberut ketika mengatakan itu.

"Terus kenapa lo panggil gue kakak? Gue kan juga aneh dengerin lo manggil gue kakak terus." Violet sengaja memelototinya, padahal aslinya dia ingin sekali menggigit pipi cowok itu saking gemasnya.

"Karena—"

"Awas aja bilang karena gue lebih tua dari elo!" Violet langsung memotong dengan nada tajam.

Jeevans terkekeh pelan. "Karena saya nyaman."

Sontak Violet langsung memutar bola matanya. "Alasan lo klasik!" Gadis itu mengacungkan jari jempol ke bawah.

"Kakak."

"Ya?"

Cowok itu menyengir. "Saya senang manggil kakak."

"Kakak, kakak. Panggil sayang dong, itu baru bikin kedua belah pihak sama-sama senang!" balas Violet serius, seolah sedang mengajarkannya pelajaran.

Jeevans menggeleng. "Tidak mau."

Mata Violet melebar. "Whyyyy?!"

"Nanti kakak mendiamkan saya seperti waktu itu."

Violet mengernyit. "Yang mana? Gak inget gue."

"Sudah terjadi beberapa kali." Bibir Jeevans mencuat karena Violet yang melupakan hal itu. "Setiap kali saya puji atau panggil kakak dengan sebutan sayang, pasti kakak tidak balas pesan saya berjam-jam lamanya."

Violet mengerjap pelan. Benarkah? Sepertinya sayup-sayup dia ingat dia melakukannya. Tapi bukan sengaja diamin Jeevans, tapi karena dia sibuk berguling-guling di kasur dan meluapkan rasa berdebar di dadanya setiap kali cowok itu bertingkah manis. Siapa yang tahan!

"Itu-"

"Saya tidak suka mendapat silent treatmen." Meski mereka hanya melakukan video call, Violet bisa merasakan tatapan Jeevans yang dalam terarah padanya. "Terlebih dari kakak."

Ucapan itu tentu membuat Violet tertegun. Dia diam, menatap Jeevans yang kali ini sangat serius- sekaligus tidak tahu harus berbuat apa.

"Itu... sorry, gue gak maksud..." Sorot mata Violet melembut. Buru-buru gadis itu mengangkat tangan, seolah membuat sumpah. "Gue janji, gue gak bakal lakuin itu lagi."

REDAMANCYWhere stories live. Discover now