Bagian 4.

319 36 6
                                    



Sinar fajar mentari bersinar dan berusaha menghangatkan kota Seoul dari udara dingin. Kim Taehyung kembali ke kegiatannya seperti sebelumnya; bekerja di minimarket. Bagaimana pun juga, ia masih terikat untuk bekerja di sini. Kim Taehyung membuka lokernya, mengambil rompinya dan memakainya.

Pintu terbuka menimbulkan derit yang cukup mengganggu telinga Taehyung. Seorang laki-laki masuk. Langkah kaki angkuh yang berbenturan dengan lantai membuat Taehyung tahu tanpa menoleh; itu pria yang memukulinya malam itu.

Kim Taehyung mengabaikan. Tanpa perlu repot-repot berbalik dan menyapa.

"Oh, kau sudah kembali?" Laki-laki itu bersuara. Lantang dan percaya diri. Taehyung rasanya ingin merobek mulut itu. "Bagaimana dengan pemakaman Ayahmu?"

Taehyung tetap tak acuh.

Merasa diabaikan, pria itu berdecak kesal. Ia berjalan mendekat dan berhenti tepat di belakang Taehyung. Kedua tangannya tersimpan di saku celana. Kepalanya mendongak penuh keangkuhan. "Ah, aku melihat berita dan wajah Ayahmu terpampang di sana. Tertulis 'Kim Minjae, buronan nasional mati mengenaskan di depan mata anaknya'. Menyedihkan."

Kim Taehyung tidak bodoh untuk tidak tahu kalau pria itu berusaha memancing emosinya. Mungkin, emosinya yang meledak-ledak adalah hiburan tersendiri bagi mereka, dengan begitu mereka lebih mudah untuk menyingkirkannya dari sini. Pemilik minimarket tentu tak tinggal diam melihat para karyawannya berkelahi. Taehyung berdecih.

"Sialan!" Kepala Taehyung ditempeleng keras dari belakang. "Kau mengabaikanku, huh? Begitukah sikapmu kepada senior? Apa anak preman memang seperti ini? Tidak punya sopan santun!"

Kim Taehyung mengela napas. Menutup lokernya keras dan berbalik menghadap pria itu. Tatapannya datar dan dengan berani bersitatap dengan dia. Ia muak sebenarnya menghadapi tingkah senioritas seperti ini. Itu hanya akan membuang-buang waktunya saja.

"Apa?" Pria itu nyolot. Nada suaranya naik "Apa? Kenapa dengan tatapanmu itu? Tidak terima dengan apa yang kukatakan?!"

Kepala Taehyung ditempeleng lagi. "Kalau tidak terima pergi saja, sialan! Anak preman sepertimu tidak cocok di sini." Dua kali. "Pergi saja merampok atau menjadi pelacur. Kau dan Ayahmu sama saja—"

Saat pria itu ingin menempeleng kepalanya lagi, Taehyung menangkis tangan pria itu di udara. Ia mengepalkan tangan dan menyerang dengan tinjunya. Kuat. Pria itu mundur beberapa kali. Buku-buku jari Taehyung memutih. Punggung tangannya memar dan berdenyut nyeri.

Pria itu mengumpat marah. Ia mengusap bibirnya yang mengeluarkan darah dan menatap Taehyung penuh angkara. Tangannya terangkat dan siap menyerang Taehyung dengan tinjunya. Taehyung gesit menghindar ke kanan, dan tinju pria itu keras membentur loker. Pria itu meraung sakit dan marah. Matanya semakin nyalang.

Perkelahian sengit tak bisa dihindarkan di dalam ruangan karyawan. Taehyung sebisa mungkin menghindar, kemudian memukul ketika lawannya lengah. Ia memukul pelipis lawannya hingga Si Lawan terpukul mundur. Sudut bibir Taehyung robek, akan tetapi keadaan pria itu lebih parah; bibir robek, mata bengkak, pelipis memar dan tulang hidung patah.

Itu seperti Taehyung yang aktif menyerang, dan lawannya menghindar secara pasif. Deru napas mereka memberat di udara.

Kim Taehyung bersiap menyerang kembali, ketika tiba-tiba saja pintu karyawan didobrak paksa dari luar. Pemilik minimarket beserta seorang laki-laki masuk ke dalam dan menangkap basah apa yang mereka lakukan. Taehyung menghela napas berat, melirik lawannya yang sudah tersungkur di lantai dengan napas terengah.

"Apa yang kalian lakukan?!"

Wajah pemilik minimarket merah. Amarah terkumpul di sana. Laki-laki di samping wanita setengah baya itu, yang merupakan rekan pria itu, segera mendekat dan membantu temannya berdiri. Pria itu dibawa keluar. Jalannya tertatih-tatih dan tampak sangat menderita. Tetapi, Taehyung bisa melihat seringai menyebalkan yang pria itu lemparkan kepadanya sebelum pintu menelan mereka.

The TruthWhere stories live. Discover now