Bagian 21

162 21 6
                                    

Kim Namjoon menapaki pualam hotelnya dengan amarah yang berkecamuk sesaat setelah keluar dari lift. Matanya merah membara, giginya menggerit, dan rahangnya menajam berbahaya. Para bawahan yang dilewatinya menunduk dalam, mengetahui bahwa ketua mereka sedang dilanda angkara, tak ada yang berani menyapa. Ia melepaskan dasinya, melemparnya kasar, beserta dengan jasnya yang kini kuyup. Kepalanya panas, menjerit akan emosi yang berkecamuk.

Di belakangnya, Jung Hoseok setia mengikuti. Berjalan tergesa seperti anjing yang mengikuti pemiliknya, menatap satu persatu bawahan agar mereka semua menyingkir dari jalan. Bos mereka dilanda amarah, maka, tak ada yang berani mencari masalah.

Kim Namjoon mendobrak pintu ruang pribadinya. Menghampiri meja tempat minumannya di simpan. Ia mengambil botol anggur di rak, menuangkannya sejumput di gelas dan menenggaknya. Tapi, emosinya tak kunjung mereda. Kepalanya masih panas, meski kini minuman di gelas tandas licin.

"Sial!"

Ia melempar gelas mahalnya di pualam. Mengisi senyap dengan suara pecahan kaca, membuat para bawahannya yang berada di luar kian mengkerut. Jung Hoseok berdiri tegap di belakang, mengerti dengan keadaan bosnya yang emosinya diliputi amarah. Ia tak bicara sepatah kata.

Hancur. Penampilannya hancur. Pelabuhannya hancur. Kim Namjoon menggeritkan gigi, mengepulkan uap panas membakar hati. Sekujur tubuhnya kuyup setelah nekat berenang hingga ke tepi di lautan tengah malam. Dadanya kembang kempis oleh emosi. Napasnya kasar. Ia tak memprediksi ini. Tak menyangka polisi akan mengepung pelabuhan untuk menangkap basah dirinya di sana. Polisi sialan. Jeon Jungkook sialan. Kim Seokjin sialan. Kim Taehyung tak memberitahunya. Ia pun terkejut melihat Kim Taehyung berada di sana, ikut dalam rombongan polisi untuk mengepungnya.

"Hoseok," panggilnya pelan, "Jung Hoseok." Suaranya merendah, dengan desisan berbahaya.

Jung Hoseok maju selangkah. "Yes, Sir."

Ia berbalik dan mendekat, mencengkeram kerah jas Jung Hoseok kuat dengan amarah yang melambung tinggi. Sedangkan Jung Hoseok, takzim di tempatnya tanpa melawan. Membiarkan jalur pernapasannya menyempit oleh cengkeraman keras bosnya.

"Apa dengan pakaian jasmu, jabatan eksekutifmu, membuatmu lupa akan tugasmu?" Kim Namjoon berbisik rendah, serak. Jari-jarinya yang panjang memeluk leher Jung Hoseok, siap dipatahkan. "Apa kau masih awam di dunia ini? Kenapa kau mengabaikan kemungkinan ini, huh?"

Rona wajah Jung Hoseok memerah. Ia mendengkit, merintih dan napasnya mulai satu-satu. Telapak tangannya bergetar, ingin menghentikan Kim Namjoon. Namun, tak ada yang bisa dilakukannya selain pasrah. Tak ada yang bisa dikatakannya.

Deru napas Kim Namjoon menerpa keras. Ia menyentak tangannya, melepaskan Jung Hoseok yang kewalahan. Laki-laki itu terbatuk, memegang lehernya yang merah nyeri.

"Maafkan aku, Pak," ujar Jung Hoseok, dengan suaranya yang sengau serak. Ia menegapkan punggungnya kembali, mengendalikan mukanya. "Ini sangat di luar perkiraan."

"Seharusnya kau tahu ini. Kau harus tahu apa yang akan dilakukan bajingan-bajingan itu!"

Kim Namjoon mengela napasnya, mendecak kesal. Ia menegapkan tulang lehernya, memandang atasannya yang masih berkacak pinggang emosi.

"Kim Taehyung tidak memberitahu kita tentang ini, Pak," katanya.

Yang hanya dibalas dengan bayang semu. Kim Namjoon terdiam. Membungkam mulut. Kim Taehyung tak memberitahunya tentang ini. Tak ada satu pun dering telepon maupun pesan yang dikirim pemuda itu kepadanya. Nihil.

"Apa Anda berpikir Kim Taehyung sudah mengkhianati kita?" Jung Hoseok bertanya lagi.

"Kau berpikir seperti itu?"

The TruthWhere stories live. Discover now