Bagian 17

191 24 6
                                    

Pagi keesokannya, Taehyung benar-benar pergi bekerja. Perbannya sudah diganti yang lebih baru pagi tadi, tentu saja ia yang menggantinya sendiri. Begitu juga dengan luka-luka di wajahnya. Dan, Taehyung rasa, tubuhnya sudah cukup pulih dari sebelumnya.

Pagi ini dingin. Buku-buku jari Taehyung sedikit menggigil tatkala bersentuhan dengan suhu pendingin ruangan. Ia merutuk, betapa kolotnya kantor polisi yang malah memasang pendingin ruangan daripada penghangat. Musim gugur nyaris di ambang batas, udara menurun drastis, namun tak ada kesadaran sedikit pun dari mereka.

Rutinitas hari ini agak sibuk, para pegawai kepolisian berlalu lalang membawa tumpukan berkas. Beberapa mengenalnya dan bertukar sapa, Taehyung hanya tersenyum kecil sembari mengangguk sebagai balasan. Telapak-telapak kaki mereka yang berbalut sepatu mantap hilir mudik.

Tatkala kaki Taehyung yang berbalut sepatu converse putih kumuh menapak satu langkah ke dalam ruangan divisi kriminal, Kim Jisoo sudah menyambutnya dengan pekikan senang. Suara melengking perempuan itu agaknya keterlaluan, sehingga membuat Kim Seokjin, Jeon Jungkook, dan Park Jimin yang berdiskusi di dalam ruangan Kim Seokjin lantas menoleh.

Taehyung memasang senyum canggung kepada mereka, manut saja ketika tangannya ditarik Kim Jisoo masuk lebih dalam. Perempuan ini, dari pertama kali ia bertemu — dia lah yang menunjukkan tanda-tanda persahabatan dengannya. Tidak terlalu sinis seperti Jeon Jungkook, atau diam laiknya Park Jimin, dan juga tidak tegas seperti Kim Seokjin. Sikap dan sifat Kim Jisoo yang bersahabat dan keibuan membuat Taehyung nyaman berada di dekat perempuan itu.

"Astaga, wajahmu, detektif Oh ...," Tahu-tahu, telapak hangat Kim Jisoo sudah berada di mana-mana — menyentuh pipi, dahi, dan menangkup rahang, "kau babak belur."

"Sudah diobati." Taehyung mencoba tersenyum diantara bibirnya yang mengerucut. "Ini sudah lebih baik dari kemarin."

Kim Jisoo mengembuskan napas gusar. Ia melepas tangkupan tangannya. "Harusnya aku menjengukmu saja kemarin."

Taehyung hanya tersenyum.

Derit pintu kaca terbuka membuat Taehyung menoleh. Kim Seokjin, Jeon Jungkook, dan Park Jimin keluar dari dalam ruangan. Mata Taehyung menemukan map di tangan Park Jimin. Berwarna coklat.

"Kau sudah bekerja lagi?" Ucapan Kim Seokjin membuat Taehyung bergeragap mengangkat kepala dan bersitatap dengan pria itu.

"Ah, ya ... begitulah."

"Kau yakin sudah baik-baik saja? Sepertinya lukamu masih baru."

Taehyung mengangguk yakin.

Kim Seokjin mengangguk-angguk dan memoles senyum tipis. Taehyung mengela napas. Pandangannya mengedar, lalu tak sengaja berserobok dengan tatapan Jeon Jungkook. Mata hitam pria itu menatapnya lekat. Sedetik. Dua detik. Taehyung segera mengalihkan pandangan.

"Baiklah, cepat segera bekerja dan jangan bergosip." Kim Seokjin menoleh ke arah Kim Jisoo. "Detektif Kim, segera selesaikan daftar pertanyaan beserta bukti yang konkrit untuk Hong Jisoo. Kita harus mengulik dia terus. Detektif Park akan membantumu, jadi, cepat selesaikan agar Hong Jisoo bisa segera membusuk di penjara."

"Aku sedang mengerjakannya, Pak. Jangan kuatir,” balas Jisoo, sedikit cemberut.q

"Bagaimana aku tidak khawatir. Kau sangat terlambat dari jadwal interogasi, dan terpaksa aku harus mengundurkan jadwal." Kim Seokjin mendengus. "Karenamu aku harus menerima ocehan dari atasan, kau tahu — dan berhenti menggerutu atau aku akan memberikanmu tumpukan kertas di mejaku!"

Kim Jisoo memelotot tidak terima. Bibirnya terbuka ingin protes, namun, mendengar kalimat terakhir yang dilontarkan ketua Kim membuat silabel yang sudah diujung lidah masuk kembali. Jadi, ia mendengus, tak bisa membantah. Membayangkan dirinya harus lembur siang malam mengerjakan kertas-kertas sialan di meja ketua Kim membuatnya merinding. Kim Jisoo kemudian berbalik dan duduk patuh di bangku mejanya.

The TruthWhere stories live. Discover now