Bagian 31

126 17 2
                                    

Selepas kejadian mengenaskan yang menimpa dua detektif kepolisian itu, para polisi kian gencar untuk mencari di mana Kim Mingyu bersembunyi. Baik kepolisian maupun Deonggido, mereka seolah mempunyai pikiran yang sama. Deonggido mencari Kim Mingyu atas perintah Kim Namjoon, maka tak ada kalimat bantahan untuk itu dan mereka bergegas berpencar ke segala penjuru daerah.

Kim Seokjin sudah memberitahu atasan perihal ini, dan tak lama setelahnya, atasan mengeluarkan surat buron untuk Kim Mingyu. Pria itu sukses ditetapkan sebagai buronan nasional sebab memproduksi narkoba dan menyerang dua polisi. Mereka juga mengeluarkan surat DPO agar Kim Mingyu tak bisa kabur dari Korea Selatan.

Jeon Jungkook dan timnya, tanpa kapten, menangkap anak buah Kim Mingyu di sebuah gedung apartemen di pinggir kota. Mereka mendobrak masuk, meringkus mereka yang sedang pesta miras. Sebuah kebetulan sekali. Mereka menangkap empat sekaligus.

“Nah, kebetulan sekali. Mari kita bekerja sama dan bersikap kooperatif, oke?”

Mereka diborgol satu persatu sembari dibacakan satu dua hal yang menjadi hak mereka. Kim Jisoo melentingkan kaki berbalut sepatu larsnya tatkala salah seorang ingin mencoba melarikan diri. Alhasil, pria itu jatuh telungkup dan mendebam di lantai. Kim Jisoo mendecak, kemudian menarik paksa lengan pria itu ke belakang dan menyatukannya dengan borgol.

“Kalian ditangkap atas dugaan pengedaran narkoba, penyerangan pada anggota polisi, pembunuhan berencana — kalian memiliki hak untuk tetap diam dan didampingi pengacara, tapi tidak perlu karena aku benar-benar marah sekarang.” Jeon Jungkook berkata dengan nada yang tenang dan stabil, kemudian menarik pria yang ditanganinya untuk memaksa berdiri. “Sekarang ikut kami ke kantor polisi.”

Kemudian para anak buah Kim Mingyu menuju mobil polisi di depan gedung apartemen. Beberapa warga berkumpul di sana, saling berbisik setelah melihat salah satu penghuni apartemen dibawa paksa bersama kawanannya. Tak lama setelah itu, sirine menggaung-gaung di seluruh jalanan pagi itu. Jam masih berada di angka sembilan pagi, beberapa pekerja karyawan berlari-larian demi mengejar bus di luar sana.

Hal yang sama terjadi pula dengan anggota Deonggido. Mereka mudah mencari anak buah Kim Mingyu, lalu mengayunkan satu persatu senjata untuk melumpuhkan mereka.

Anak buah Kim Mingyu dibawa ke markas besar Deonggido, tepat di ruang pusat pelatihan bagi calon anggota dan dikumpulkan di sana. Total ada delapan anak buah Kim Mingyu. Terikat menggantung dengan kepala di bawah, ditelanjangi, dan babak belur. Jung Hoseok berada di hadapan mereka bagai malaikat maut yang siap mencabut nyawa. Di tangannya, samurai tajam nan panjang terpeluk erat oleh jari jemari yang kurus dan kokoh.

Rahang Jung Hoseok mengeras, melayahkan tatapan tajam penuh keinginan untuk membunuh. Para anggota Deonggido mengelilingi mereka di sekitar, berdiri diam dan membiarkan asisten bos mereka mengepalai tindakan ini.

“Aku tanya sekali lagi,” suara Jung Hoseok mengalun rendah, mendesis bahaya. “di mana Kim Mingyu berada?”

“Kami tidak tahu, sialan!” Salah seorang menjawab, menatap Jung Hoseok dengan pandangan terbalik dan mata yang memburam. Lelehan darah segar tak henti-hentinya mengalir dari pipinya yang sudah tergores pisau saat diringkus. “Kami hanya mengikuti apa yang diminta dia. Di mana dia berada, bukan urusan kami —”

Belum selesai pria itu berbicara, samurai sudah melayang memotong leher nadi pria itu. Kepala pria itu jatuh mendebam ke lantai, terpisah dari badan. Darah mengucur deras bagai aliran air terjun dari leher, membasahi pualam dan mengotori sepatu mereka. Tak ada yang menjerit. Bahkan pria yang dipenggal kepalanya pun tak sempat untum menjerit.

Melihat satu teman mereka dipenggal kejam, sontak ke-7 yang tersisa memberontak dari ikatan. Mereka berusaha terbebas. Sebuah upaya yang sia-sia, sebab tak ada yang bisa lepas dari ini. Mereka telah membangunkan macan yang tidur, dan mereka harus menanggung risikonya dengan menjadi santapan macan yang lapar karena terbangun paksa. Mereka memohon-mohon, meminta untuk dilepaskan.

The TruthWhere stories live. Discover now