Bagian 38

117 15 2
                                    

“Kau akan menetap di sini sampai kapan?”

Larut malam melesat bagai sekerdipan mata. Bulan yang solid kini berada di tengah-tengah bumi, menyinari bumi yang dingin. Angin malam menusuk kulit. Musim dingin yang menyakitkan.
Taehyung keluar dari kuil diantar Kim Namjoon. Berdiri berhadapan di muka pagar, mengobrol ringan.

“Entah.” Namjoon tersenyum. “Mungkin aku akan menghabiskan musim dingin di sini.”

“Lalu pekerjaanmu?”

“Ada Jung Hoseok yang akan menanganinya.”

Nama Jung Hoseok masih tidak bisa melekat di pikiran Taehyung. Pria itu tak menyukai dirinya, dalam hal apaun. Maka, Taehyung pun akan melakukan hal yang sama.

“Kalau begitu, aku akan pergi. Aku akan mengunjungimu, mungkin, kalau aku senggang.”

Namjoon tersenyum, mengangguk pelan.

Setelah itu Taehyung berbalik dan melengang pergi. Ia merapatkan jaket kulit hangatnya untuk menghalau dingin. Ia masih harus melewati hamparan salju yang dingin untuk pulang. Kaki-kaki berbalut sepatu lars bersol tebal pun rasanya tak mampu membuat kakinya nyaman dari serangan rasa dingin yang menyakitkan. Dingin ini serasa masuk ke tulang.

Entahlah, namun perasaan Taehyung tak membaik barang sedikit pun. Meski sudah bertemu Namjoon untuk berbicara, mendapat informasi, suasana hatinya tak bisa dibohongi. Itu lebih buruk dari waktu ke waktu. Seperti sesuatu akan terjadi. Sesuatu yang besar.

Kim Namjoon mendapatkan ponselnya setelah punggung Taehyung tak terlihat di pelupuk mata. Hilang ditelan gelap. Dikubur sunyi. Ia mendial nomor Jung Hoseok, lalu menempelkan di telinga. Sepenuhnya, tatapan hangat yang ia selalu berikan untuk Taehyung hilang. Mata menajam, gerit dingin membeku.

“Hoseok, sepertinya Kim Taehyung mulai meragu,” katanya setelah panggilan terjawab. “Dia tidak bisa melakukannya. Kau, lakukan untukku. Bunuh Kim Seokjin dan Jeon Jungkook untukku.”

Jung Hoseok di seberang sana menegakkan punggung. Tatapan mata hitamnya tajam nan dingin. Ia tak butuh kata untuk menolak, karena ia akan melakukannya. Inilah yang ia nantikan.

Ia lalu masuk ke dalam ruang kamar apatemennya setelah telepon dimatikan. Telapak kakinya berhenti di depan lemari di sudut ruangan. Pintu berbahan kaca dibuka, kemudian laci ditarik ke luar. Deretan pisau berbeda motif tersaji di sana. Ia adalah seorang predator, dan, lazim hukumnya seorang predator mengoleksi senjata untuk memburu mangsa.

Hoseok memilih pisau yang paling tajam dan paling kokoh. Berada di tengah, begitu mengilat ditempa cahaya. Paling besar, dan terlihat seperti pemimpin dari senjata-senjata lainnya. Hoseok jarang menggunakan pisau tersebut dalam misi biasa. Ia menggunakannya di sebuah misi penting, berbahaya, dan dapat membuat adrenalinnya berpacu.

Tujuannya adalah membunuh Kim Seokjin dan Jeon Jungkook, namun kala nama Kim Taehyung terlintas, ia pikir satu mangsa tambahan tak akan berarti apa-apa.



••••

Kim Seokjin mabuk setelah menghabiskan lima botol soju.

Seluruh tubuhnya menghangat, lebih dari suhu tubuh normal. Beberapa kali ia bersendawa, meracau, dan berteriak di gendongan Jungkook. Pria itu benar tak sanggup berjalan sebab otot kakinya terasa sangat lemah.

Hyung, jangan banyak bergerak. Aku kesulitan.”

Jungkook melonjakkan tubuh, semata- mata agar Seokjin yang hampir merosot kembali ke posisi benar. Malam ini begitu dingin, namun karena kinerja otot yang dipaksakan membawa beban berat di punggungnya, Jungkook merasa gerah. Kaptennya berat, meski memiliki tubuh yang lebih kecil darinya.

The TruthWhere stories live. Discover now