Bagian 10

225 25 7
                                    

"Anggota baru?" tanya Jungkook, setengah tidak percaya, "lalu Choi Yeonjun mau dikemanakan?"

Kim Seokjin mengela napas. Memijat pelipisnya yang didera nyeri. Ia sudah keluar dari rumah sakit beberapa hari lalu, sudah sehat, dan Kim Seokjin sudah memutuskan langsung bekerja tanpa perhitungan. Dokter bilang kepadanya sebelum ia diresmikan pulang, bahwa ia harus rutin melakukan pemeriksaan dan memperbanyak istirahat agar cedera tengkorak kepalanya segera sembuh. Kim Seokjin mengiya, namun tak lantas menurut. Apa lagi saat atasannya menelepon, bahwa ada anggota haru di divisinya menggantikan Choi Yeonjun membuat Kim Seokjin senewen dan bergegas menemui atasannya.

Namanya Oh Taesung. Berperawakan kecil, bermata tajam dan berwatak dingin. Ia baru bertemu Oh Taesung saat ini; berjabat tangan, tersenyum, memberi wejangan agar Oh Taesung nyaman berada di sini. Kemudian langsung diseret masuk ke dalam ruangannya oleh Jeon Jungkook.

"Aku tidak tahu," kata Kim Seokjin, "Atasan bilang, Choi Yeonjun belum sadar dan untuk sementara Oh Taesung berada di sini. Bahkan sampai sekarang Choi Yeonjun tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Terus statis."

"Dan kau tidak protes?"

"Aku sudah. Tapi kau tahu sendiri atasan tidak mau dengar dan memaksakan kehendaknya sendiri." Kim Seokjin mendengus.

Napas Jungkook dibuang kasar, ia melirik Oh Taesung yang sudah duduk di tempat yang sebelumnya milik Choi Yeonjun, tampak sibuk dengan komputer. Tidak habis pikir dengan jalan pikiran atasan mereka yang semena-mena. Terlebih menempatkan laki-laki itu yang sembrono melakukan tugas.

Amat tidak bisa dibayangkan dalam benak Jungkook, ia harus bekerja sama setiap hari dengan anak itu. Membayangkannya saja sudah membuat Jungkook tergeragap dan senewen.

•••



Kim Taehyung menyaksikan itu semua.  Bagaimana pria itu menyeret Ketua Kim yang baru berjabat tangan dengannya masuk ke dalam ruangan. Mereka  berbincang-bincang, Taehyung tidak bodoh untuk tidak tahu apa yang menjadi topik utama dari obrolan mereka.

Tentu saja dirinya.

Oh Taesung.

Junior baru yang menggantikan tugas Choi Yeonjun.

Taehyung mengepalkan tangan sampai buku jarinya memutih. Kalau bisa, Taehyung ingin sekali langsung membunuh Jeon Jungkook.  Hasrat balas dendamnya terlalu menggebu-gebu. Apalagi mengetahui bahwa Jeon Jungkook pun sama-sama tampak tidak menyukainya.

Kibar bendera perang sudah dilakukan. Hanya menunggu siapa yang menabuh gendang untuk memulai permainan.

"Tidak usah diambil hati."

Seseorang menepuk pundaknya. Taehyung menghindar. Matanya waspada. Akan tetapi, itu hanyalah Park Jimin. Pria itu membawa dua gelas kertas berisi kopi, lantas menatap Taehyung dengan canggung mengetahui Taehyung yang menghindar. Park Jimin berdehem.

"Ah, ini ...," Jimin memberikan salah satu kopi di tangannya dengan canggung, "minum ini agar sedikit rileks."

Taehyung menerimanya. "Terima kasih."

Pria itu mengangguk dan tanpa kata meninggalkan Taehyung menuju ke mejanya.

Taehyung merutuk. Betapa bodohnya ia melakukan hal itu kepada rekannya. Apa lagi melihat tatapan canggung Jimin yang menyapa pelupuknya barusan. Meski dia berdehem dan bersikap biasa lagi, tetapi Taehyung tahu bahwa Jimin bersikap pura-pura tak terkesima.

Hidup dalam dunia yang keras selama berbulan-bulan di markas membuat kebiasaan menghindar seperti itu terbawa sampai sini. Bajingan-bajingan itu, yang mengucilkan kehadirannya, yang setiap harinya memanggilnya jalang, perek, pelacur dan sejenisnya, yang setiap harinya mencoba melecehkannya — membuat Taehyung sedikit takut dengan sentuhan.

The TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang