Bagian 12

179 31 14
                                    

Hari-hari berlalu. Pagi selanjutnya datang sekerdipan mata. Taehyung sedikit menemukan kesulitan menemukan waktu hanya berdua dengan Jeon Jungkook. Lelaki itu seperti primadona, tidak pernah dibiarkan untuk sendiri. Selalu ada seseorang di sampingnya, entah itu Park Jimin, Kim Jisoo, Kim Seokjin, atau juga petugas dari divisi lain.

Hal itu tentu saja membuatnya tidak leluasa untuk menjalankan misinya, dan yang ada, ia harus menumpuk topeng di mukanya dari hari ke hari.

Perbincangan ganjil dengan Park Jimin tempo lalu di ruang interogasi pun berlalu bagai sapuan angin. Taehyung tampak terganggu, mengira topengnya akan terlepas dan wajah aslinya terlihat jelas oleh Park Jimin. Namun sepertinya pria itu bersikap biasa. Park Jimin tetap memberinya secangkir kopi kertas di pagi hari saat ia melangkahkan kaki ke dalam ruangan, menghanyutkannya dalam sajak obrolan, bertukar sapa, atau pun tak ragu mengajarkannya apa yang tidak ia mengerti. Maka, Taehyung menganggap Park Jimin bukanlah gangguan besar yang harus ia singkirkan agar tak menghalangi jalannya.

Park Jimin bukan bebatuan besar yang mengharuskan Taehyung untuk menyingkirkannya sebelum ia bisa berjalan lagi. Pria itu hanya serangkaian kerikil kecil yang menggores kakinya.

Terlepas dari itu semua, Taehyung pernah beberapa kali mencoba kesempatan untuk membuatnya berdua dengan Jeon Jungkook.

Dan hari itu agak berbeda.

Taehyung mulanya sendiri berada di dalam ruangan. Kapten Kim dan lainnya berada di luar, entah mengerjakan apa.
Lalu, pada siang hari, sekitar pukul sebelas Jeon Jungkook masuk ke dalam ruangan seorang diri. Di tangan laki-laki itu penuh dengan lembaran kertas, dan tampaknya ia tidak sadar keberadaan Taehyung di sana karena sibuk dengan kertas-kertas itu.

Jeon Jungkook masuk, melangkah santai menuju ruangan Kapten Kim. Tetapi sesaat kemudian, langkahnya berhenti di muka pintu, sadar Kim Seokjin tidak ada di dalam. Kemudian Jeon Jungkook berbalik, barulah saat itu ia menemukan Taehyung yang menatap lurus punggungnya tanpa berkedip.

"Di mana ketua Kim?"

Taehyung mengedip. Sekali, dua kali, lalu menjawab agak tergeragap, "Ah, tadi ketua Kim pergi bersama Kim Jisoo."

"Ke mana?"

"Dia tidak mengatakan tujuannya."

Jeon Jungkook mengangguk-angguk, lalu kembali fokus pada kertasnya. Pria itu jadi sedikit melunak kepada Taehyung setelah berhari-hari bekerja sama. Jeon Jungkook tak lagi mengibarkan bendera permusuhan, tak lagi mendengus setiap melihatnya, tak lagi berdecak saat Taehyung salah pada tugasnya. Meski masih memiliki tempramen buruk, Jeon Jungkook memperlakukannya seperti rekan kerja yang lainnya.

Dan, Taehyung berpikir, itu sedikit memudahkannya.

Jeon Jungkook menderap ke mejanya sendiri. Duduk di sana, masih dengan membaca beberapa berkas-berkas penting itu. Ia fokus pada kegiatannya sehingga ruangan menjadi sunyi. Cuma ada Taehyung dan Jeon Jungkook di ruangan itu, detik jarum jam berbunyi setiap satu detik, desing ruangan pendingin - Taehyung mendongak, memandang kamera pengawas yang awas pada sekitar. Itu jelas memperhatikan sekitar.

Ini suatu kesempatan.

Melihat Jeon Jungkook yang lengah dan seorang diri membuat kepala kecilnya menemukan suatu kesempatan. Diam-diam, Taehyung menarik laci mejanya, mengambil pisau lipat di dalam yang sengaja ia taruh, lalu menyelipkannya ke dalam lengan jaketnya. Ia berdiri. Kursi berderit, namun Jeon Jungkook tidak melirik.

Taehyung melangkah ringan menuju meja Jeon Jungkook. Ketukan sepatunya tak terlalu keras untuk membuat Jeon Jungkook mendongak. Taehyung berdiri di belakang pria itu.

Dada Taehyung berebar. Jantungnya mengetuk-ketuk keras, memberontak. Perasaan asing menyergapnya; antusias, takut - ragu. Taehyung menyingkirkan keraguannya dan optimis.

The TruthWhere stories live. Discover now