Bagian 37

156 21 6
                                    

“Apa Kim Minjae dan Kim Seokjin sangat dekat sebelumnya?”

Hening.

Ada jeda sejenak sebelum Kim Namjoon menjawab, “Mereka tidak benar-benar dekat seperti yang ada di foto,” dengan lugas dan mantap. Kim Namjoon mendongak. “Kim Minjae adalah anggota organisasi yang akan melakukan apapun untuk organisasi. Aku bahkan sudah menganggapnya seperti saudaraku sendiri.”

Melihat keterdiaman Taehyung yang semu, Namjoon tahu bahwa pemuda itu menyimpan banyak tanya di kepalanya. 

“Sama sepertimu, Kim Minjae juga menyamar dan masuk ke kepolian untuk memata-matai mereka. Saat itu rokok buatannya sedang diintai karena ilegal, maka dia menyerahkan diri sebagai mata-mata. Dia adalah anggota Deonggido sampai akhir hidupnya.”

“Jadi maksudmu, foto ini adalah palsu?”

“Fotonya asli. Kegembiraannya yang palsu.”

Taehyung merasa seperti ada yang janggal dengan semua ini. Kepalanya mendadak pusing. Dadanya seperti diimpit sesuatu tak kasat mata. Sesak. Ia mengembuskan napas kasar.

“Taehyung, jangan merasa terkecoh. Ingat tujuanmu sampai saat ini. Kau sudah melangkah jauh, kalau kau mundur, semua akan sia-sia.” Namjoon mencoba meyakinkan saat melihat keragu-raguan dalam binar mata Taehyung. “Jeon Jungkook dan Kim Seokjin, jangan biarkan mereka lolos. Mereka sudah membunuh Minjae. Mereka harus mendapatkan balasan yang setimpal.”

Lalu kenapa Kim Mingyu mengirim foto itu padaku? — sesungguhnya jawaban Kim Namjoon dari pertanyaan-pertanyaan yang menumpuk di kepalanya tidaklah benar-benar menjawab. Taehyung merasa hatinya tidak puas dengan jawaban yang ada, namun ia tidak tahu lagi harus memulai dari mana. Semua ini terasa ganjal; seperti sesuatu tidak pada tempatnya.

Namjoon menepuk sisi sebelahnya pelan, membuyarkan Taehyung dari lamunan dan lantas duduk di sebelah pria itu. Pandangan sama-sama menatap sepinya langit tanpa bintang menyinggasana menemani bulan di atas sana. Langit terlihat sangat kelam. Mendadak Taehyung merasa embusan udara dingin mencumbu tengkuknya. Atmosfer serasa memberat.

Seperti ada sesuatu hal besar akan terjadi.

Taehyung mendeham, mengalihkan kegusaran dengan menelengkan kepala, menatap Namjoon. “Sampai kapan Anda berada di sini?”

“Hm-mm, mungkin beberapa hari ke depan.”

“Sampai lukamu pulih?”

“Bisa jadi. Sepertinya aku perlu beristirahat.”

Taehyung mengangguk paham. “Kau nyaman di sini?”



•••

“Apa Anda pernah melihat seorang pria terluka di sekitar sini?"

Banyak orang bilang bahwa divisi satres narkoba berisi orang-orang ambisius tak kenal waktu, yang masa mudanya dihabiskan untuk mengejar para kriminal. Karena memang begitu adanya.

Jeon Jungkook pergi menuju sebuah kuil meski malam sudah bertakhta di atas sana. Ia rela-rela menaiki bukit bersalju demi bertanya kepada sang pendeta setengah baya pasal Kim Namjoon, meski ia tak yakin bahwa pendeta ini melihatnya. Tapi, Budha yang taat selalu berkata jujur, bukan?

“Aku tidak pernah melihatnya,” kata Budha yang taat. Tatapan dan tutur katanya sangat tenang seperti air laut.

“Ah, begitu ....” kemudian Jungkook mengalihkan pandangan pada bangunan kuil yang terlihat sepi. Seperti tidak ada orang yang berniat berdoa malam ini. “Apa tidak ada sama sekali pengunjung di kuil?”

The TruthWhere stories live. Discover now