Bagian 24

141 19 2
                                    

Laporan penyerangan di markas organisasi Deonggido segera saja masuk ke dalam kantor polisi. Kim Seokjin dan timnya ditunjuk untuk melakukan investigasi bersama para olah TKP yang sudah bersiap. Mereka melakukan pertemuan singkat sebelum mulai berangkat.

Sirine mobil polisi menggaung-gaung di sepanjang jalan kota menuju pinggiran. Ambulan telah sampai lebih dahulu untuk mengevakuasi korban, dan para polisi menyusul kemudian. Malam itu pukul satu, para manusia telah berada di dalam bilik untuk menghangatkan diri dalam buaian tidur menjemput mimpi. Satu dua terbangun karena gaungan sirine terdengar mencekam, dan banyak dari mereka tak acuh dan memilih masuk ke dalam buaian mimpi setelah beraktivitas seharian.

Park Jimin menjadi pengemudi, di sebelahnya Kim Seokjin yang tampak sangat kelelahan. Lalu di kursi belakang, Kim Jisoo yang menggerutu karena tiba-tiba ditelepon saat sedang dibuai mimpi, bersama Jeon Jungkook yang terus menelepon Oh Taesung.

"Dia tidak menjawab?" Park Jimin melirik dari kaca spion.

"Sepertinya sudah tidur — halo, di mana kau? Cepat ke markas Deonggido, ada penyerangan di sana."

Di seberang, apartemen Taehyung yang lengang, si empu baru selesai menyegarkan diri dengan mandi. Ia terkesiap mendengar penuturan Jeon Jungkook tentang markas Deonggido yang diserang mendadak.

"Siapa yang menyerang?"

Tak ada jawaban.

Maka, dengan itu, Kim Taehyung bergegas menyabet jaketnya dan berlarian ke luar apartemen. Sepatu converse putih usangnya dipakai cepat-cepat. Bahkan, pintu apartemen tidak yakin ditutup sempurna atau tidak. Ia melompat ke dalam mobil segera, menyalakan kunci, kemudian menukik tajam menuju jalanan besar. Lupakan soal istirahat malam ini, karena ia terlanjur terkejut mendengar kabar tersebut. Pikirannya langsung mencemaskan keadaan Kim Namjoon.

Jam satu pagi, malam semakin kelam, tiada bintang tiada bulan. Udara dingin menerpa. Jalanan yang lengang membuat Taehyung bisa dengan mudah sampai di markas Deonggido yang sudah ia hapal jalannya di luar kepala dalam waktu dua puluh menit.

Taehyung turun dari mobil dan melangkah mendekat. Seorang polisi mencegah langkahnya, Taehyung memperlihatkan tanda nama 'Oh Taesung, detektif satres narkoba' yang menggantung di leher, lalu sedikit merunduk sebab garis polisi melintang dan berjalan ke selasar.

Ia tak bisa tak merasa terkejut tatkala melihat kekacauan yang terjadi. Rembesan darah masih menggenang di selasar. Tidak ada mayat. Tidak ada korban yang bergelimpangan di tanah. Mereka semua sudah masuk ke dalam mobil ambulan untuk dibawa ke rumah sakit. Taehyung mendekat pada Kim Seokjin yang sedang menginterogasi seseorang di dalam mobil ambulan.

"Kau masih tidak mau bicara, huh?!" Kalimat Seokjin mengeras, bersamaan dengan wajahnya yang menekuk kaku.

Jung Hoseok, yang berada di dalam ambulan, terdiam sembari memegang lengan kanannya yang sudah terbalut perban. Ia menunduk, enggan bicara dengan Kim Seokjin. Warna merah masih merembes di perban pria itu. Tapi, tak ada raut kesakitan. Hanya raut datar dan tak berperasaan. Kemejanya luluh lantak. Lengan kemeja dirobek, dan terdapat banyak bercak darah di sisi.

Darah, darah, darah.

Kim Seokjin mengela napas. "Katakan saja namanya, maka aku akan melepaskanmu."

Namun, tak ada jawaban dari Jung Hoseok. Ia diam. Bungkam. Kim Seokjin menggeram marah, menendang ban ambulan dengan keras sembari mengumpat. Barulah saat itu, Jung Hoseok mendongak. Tatapannya berserobok dengan tatapan Kim Taehyung yang terpaku di belakang Kim Seokjin. Melihat kehadiran Kim Taehyung, dia mendengus pelan dan mengalihkan pandang. Taehyung ingin bertanya perihal keberadaan Kim Namjoon, tapi tampaknya pria itu enggan berbicara dengannya.

The TruthWhere stories live. Discover now