Bagian 33

120 14 1
                                    

Jeon Jungkook benar-benar mengantarnya pulang selepas makan hari itu.

Berdalih mengantar Taehyung lebih dulu dan Taehyung tak boleh lama berada di luar, Jeon Jungkook pamit undur diri pada Kim Jisoo dan Park Jimin yang setengah mabuk. Entah bagaimana mereka pulang nantinya, Jeon Jungkook terlalu peduli pada kesehatan Taehyung dibanding menemani mereka. Padahal Taehyung sudah menolak dan berkata bisa pulang sendiri. Kim Jisoo dan Park Jimin menyoraki saat mereka keluar dari restoran.

Sisi lain dari Park Jimin yang baru Taehyung ketahui; bahwa laki-laki itu bisa sangat berisik ketika mabuk. Padahal kesehariannya pria itu selalu menjaga imej di depan teman kantor, berlagak seperti pria keren—kecuali di depan Kim Jisoo. Entah bagaimana bisa bisa perempuan itu membuat pria keren seperti Park Jimin menjadi laki-laki bersumbu pendek yang hobi beradu mulut.

Malam menyinggasana ketika mereka sudah melewati jembatan putar balik menuju apartemen Taehyung. Tapi lagi-lagi Jeon Jungkook membelokkan mobil seenaknya dan berhenti di depan sebuah minimarket tak jauh dari apartemen Taehyung. Ia mengira Jeon Jungkook akan pergi berbelanja kebutuhannya sendiri sekalian mengantarnya pulang. Tapi, tidak.

"Kita harus membeli buah untuk membuatmu cepat sembuh." Jeon Jungkook tersenyum sebelum melompat keluar setelah mematikan mesin mobil.

Pintu mendebam pelan. Taehyung bergegas ikut melompat keluar dan menghentikan Jeon Jungkook begitu pria itu hendak membuka pintu kaca minimarket. Ia menggeleng pelan.

"Kau tidak perlu sampai seperti ini. Aku akan cepat sembuh kalaupun tidak makan buah." pikirnya, ada apa sebenarnya dengan Jeon Jungkook saat ini. Taehyung tak mau salah paham dan berakhir tidak baik. Ia harus menjaga batasan agar tetap kokoh.

Tapi, Jeon Jungkook tidak mengerti akan itu. Ia berganti mengamit tangan Taehyung dan mendorong pintu untuk masuk ke dalam. Ia mengambil keranjang kemudian mengitari lorong menuju slot buah-buahan. Kakinya seolah tahu ia melangkah ke mana tanpa harus kepala menoleh kesana- kemari kebingungan.

"Aku melakukannya untukku," kata Jeon Jungkook, sekilas menelengkan kepala ke arah Taehyung. "Lihat saja tubuhmu. Kurus sekali. Seperti kau tidak pernah makan."

Mereka berhenti di depan banyak keranjang dengan berbagai buah berjejeran satu sama lain. Jeon Jungkook mengambil buah jeruk, menelitinya seperti orang ahli lalu memasukannya ke dalam keranjang. Ia, pun, mengambil lainnya. Taehyung diam di tempat, tak bisa membantah apapun, membiarkan Jeon Jungkook berlaku semaunya.

"Setidaknya kau harus sehat untuk bisa balas dendam, Taesung."

Perkataan Jeon Jungkook membuat Taehyung terkesiap. Lidahnya kelu. Ia tahu ini semua salah. Seharusnya Jeon Jungkook tak sebegini perhatian kepadanya karena pada akhirnya, Taehyung harus membunuh pria itu. Ia merasa tak pantas. Jeon Jungkook adalah pembunuh Kim Minjae. Tak seharusnya ia merasa nyaman ketika diperhatikan seperti ini oleh pembunuh ayahnya sendiri. Taehyung membuang napas kasar.

"Kau tidak seharusnya melakukan ini, Jeon Jungkook."

Suara Taehyung menginterupsi kegiatan Jeon Jungkook ketika pria itu memilih-milih anggur. Dia menoleh kepada Taehyung.

"Kau seharusnya tidak melakukan ini," ulangnya, "kita hanya rekan kerja, dan kau seharusnya perlakukan aku sebagai rekan kerjamu yang lain. Tidak lebih, tidak kurang."

"Hei, tidak perlu merasa sungkan. Aku sudah bilang, aku melakukan ini untukku sendiri."

Tapi, Jeon Jungkook tetap menangkap maksud Taehyung adalah sebuah perasaan tidak enak. Taehyung mengerang akan kekeraskepalaan Jeon Jungkook.

"Jangan berpura-pura bodoh, Jeon Jungkook. Kenapa kau melakukan ini semua? Karena kasihan kepadaku? Atau karena rasa bersalah? Apapun itu, aku tidak pantas mendapat semua ini. Lebih baik kau melakukan ini memang benar-benar untukmu, untuk kebutuhanmu, bukan untuk rasa kasihanmu untukku." Taehyung tahu ia keterlaluan. Ia tahu ia tidak sepatutnya berkata seperti itu karena Jeon Jungkook sudah berbaik hati padanya seharian ini.

The TruthWhere stories live. Discover now