Bagian 8.

209 20 2
                                    

Pada malam selanjutnya, Kim Taehyung dibawa mobil sedan hitam mengilat ke sebuah dermaga tak jauh dari gedung bangunan milik Kim Namjoon. Ia duduk sedikit gelisah di samping Kim Namjoon yang sibuk dengan lentingan rokok — yang baru-baru ini Taehyung tahu itu berisi apa — tanpa memedulikan kegelisahan Taehyung. Mereka duduk di kursi belakang. Sementara di depan, Jung Hoseok patuh menyetir dengan bibirnya rapat.

Pria Jung itu sesekali meliriknya dari kaca spion atas, kemudian segera menatap ke depan ketika Taehyung sadar.

Telak teringat malam itu; malam di mana Jung Hoseok mengantarnya pulang dengan mobil sedan hitam mengilat, tanpa percakapan dan selama perjalanan hanya diisi keheningan. Mobil melaju cepat di jalan besar, menggilas apa pun di atas aspal. Tiga puluh menit kemudian, mobil berhenti di depan gerbang rumah susun tempat Taehyung tinggal. Dan barulah pria itu bersuara. Lagi-lagi, untuk kesekian kalinya, Jung Hoseok menyuruhnya berhenti sebelum ia menyesali keputusannya. Pria itu berbicara dengan nadanya yang tenang, namun penuh penekanan di setiap kalimatnya.

Dan untuk kesekian kalinya lagi, Kim Taehyung menolak keras perintah pria itu. Ia akan tetap maju meski siapa pun menghalangi jalannya. Taehyung butuh kebenaran untuk diungkapkan. Ia membanting pintu mobil dengan keras saat keluar. Mungkin saat itu, Jung Hoseok mempunyai dendam kesumat dengannya.

Tapi Taehyung masa bodoh. Tujuannya bukan untuk meladeni Jung Hoseok.

Beberapa menit kemudian, mobil berhenti ketika sampai di pinggir dermaga. Lamunan Taehyung buyar, dan ia melihat banyak orang lalu lalang beraktivitas di luar sana. Terlihat sangat sibuk luar biasa. Padahal hari sudah malam, namun tak menghentikan mereka untuk terus bekerja. Para pekerja memakai pakaian serupa; kemeja putih beralas jas hitam, celana bahan hitam, juga alat komunikasi terpasang di telinga masing-masing.

Lampu-lampu di sekitar menerangi malam yang kala itu kelam tanpa bintang. Mereka, para pekerja, bekerja tanpa suara dan hanya sesekali mengobrol kecil. Semua berjalan teratur,  seperti semestinya. 

Kim Namjoon mengisyaratkannya untuk keluar sesaat setelah pria itu keluar. Taehyung segera mematuhinya, diikuti Jung Hoseok kemudian. Tatapan Taehyung masih jatuh pada aktivitas di hadapannya. Taehyung baru sadar ada kapal besar pengangkut barang yang bersandar di pinggir dermaga. Beberapa mobil besar melintas masuk ke dalam kapal dengan barang bawaan mereka di badan mobil.

"Ada berapa kapal hari ini?" Kim Namjoon bertanya kepada Jung Hoseok.

"Tiga, Pak."

"Perintahkan Park Jihyo untuk mendetailkan transaksinya. Jangan sampai hal sekecil apapun luput."

Jung Hoseok mengangguk patuh. "Ya, Pak."

Selepas Jung Hoseok pergi mendekat ke jembatan dermaga, Taehyung memberanikan diri untuk berdiri bersisian dengan Kim Namjoon yang tak mengalihkan pandangan dari depan. Taehyung berdehem, menyadari situasi ini masih asing. Ia sama sekali tak tahu apa-apa dengan dunia seperti ini. Ia melirik tangan kanannya, menatap ragu pada botol tumbler yang dari tadi dipegang, kemudian menoleh pada Kim Namjoon.

"Aku dengar Anda memiliki gangguan tidur yang cukup serius." Taehyung meringis saat ia mengulurkan botol tumbler tersebut kepada Kim Namjoon. "Semoga ini bisa membuatmu tidur lebih cepat."

Untuk sejenak, Kim Namjoon tidak meraik botol tersebut. Ia hanya menatapnya beberapa saat, tampak berpikir, lalu menerimanya. "Apa ini?"

"Teh jujube." Taehyung berdehem. "Aku sempat mencari diinternet, teh itu cukup ampuh untuk mengurangi gangguan tidur."

Kim Namjoon membuka dan meminumnya. Rasa hangat dan sedikit manis mengalir di kerongkongannya. Matanya memejam tanpa sadar, merasa ketenangan sedikit menguasai hatinya. Ia menutupnya lagi setelah diminum sedikit. Berucap, "Terima kasih," tanpa melirik Taehyung yang mengangguk sambil tersenyum kecil.

The TruthWhere stories live. Discover now