Bagian 22

150 23 2
                                    

["Kau yang menembak malam itu?"]

Taehyung mengela napas terkesiap di dalam mobilnya. Suara Kim Namjoon yang berat, lugas dan tampak baik-baik saja itu membuat ia membuang napas lega. Ia mengangguk tanpa sadar.

"Tidak ada cara lain untuk menyelamatkanmu. Sangat sulit mencari waktu untuk sendiri karena para polisi terus berkeliling sibuk, dan, ponselku dikumpulkan," tutur Taehyung, pelan.

["Meski penyamaranmu hampir terungkap di sana, kau tetap menyelamatkanku.]

Matanya menatap ke depan dengan pandangan waspada. Kantor polisi masih sibuk pada malam hari. Banyak dari mereka berjalan keluar masuk lewat pintu utama, menelepon atau pun mengobrol satu sama lain sembari berjalan. Denging suara sirine menggaung-gaung tatkaa dua buah mobil polisi masuk ke dalam area selasar kantor polisi. Beberapa petugas berseragam keluar dari sana. Mereka berbincang satu sama lain, tertawa, dan sampai menonjok main-main.

Seorang pengirim paket makanan datang, masuk ke dalam kantor. Taehyung ingat beberapa waktu lalu kala divisinya tengah disibukkan dengan berbagai pekerjaan, Kim Jisoo mengeluh lapar dan terus menggerutu, sampai membuat Park Jimin jengah, lalu berakhir mereka memesan makanan. Masakan China; mi hitam dan babi asam manis.

Taehyung menjilat bilah bibirnya, tersadar kemudian ia masih berbicara dengan Kim Namjoon. "Anda baik-baik saja, Pak? Maaf karena tidak bisa menghubungimu lebih awal."

["Aku baik-baik saja. Berkatmu."]

Senyum Taehyung terpoles tipis. "Kau juga pernah menyelamatkanku dari keputusasaan. Timbal balik."

Sejenak, tidak ada suara dari Kim Namjoon. Dia di seberang sana diam. Hening. Taehyung mengira sambungan telepon diputus, namun ternyata tidak. Sambungan tetap berjalan. Sirine polisi kembali menggaung. Satu mobil polisi lainnya masuk dan parkir tak jauh dari pandangan mata Taehyung.

["Kim Taehyung ...."]

"Ya, Pak?"

["Bagaimana para polisi tahu aku akan ke pelabuhan itu, apa mereka menguntitku?"]

Taehyung mendeham. Membenarkan posisi duduknya yang kurang nyaman. Ia bersandar pada sandaran kursi, tangan kanannya menempelkan ponsel di telinga, tangan kirinya mengetuk-ketuk setir kemudi, sementara tatapan mata kecoklatannya menajam.

"Mereka menaruh kamera kecil di tempatmu, Pak," ujar Taehyung, perlahan-lahan. "Total ada tiga kamera yang dipasang; di basemen, pintu keluar, dan parkiran mobil. Mereka memantau pergerakanmu lewat kamera tersebut."

["Kamera kecil?"]

Taehyung mengangguk. "Sepertinya ada penyusup di organisasi, Pak."

["Kau tahu siapa dia?"]

"Tidak. Aku tidak tahu. Aku akan mencari tahu."

Kemudian, hening kembali merayap. Kim Namjoon di seberang sana tengah melanglang buana, dengan segelas anggur di pelukan jemari. Sementara Kim Taehyung, yang menyandarkan punggung di sandaran kursi dengan mata memandang depan, tak sengaja mendapatkan Kim Seokjin yang berjalan cepat: tampak tergesa-gesa masuk ke dalam kantor. Pria itu membawa selembar map, dan tampak mawas melihat sekitar. Alis Taehyung mengernyit tanpa sadar.

Kecurigaannya tentang Kim Seokjin semakin bertambah. Waktu ke waktu, Kim Seokjin seperti menyembunyikan sesuatu dari kerjapan matanya. Tapi, apa itu? Apa Kim Seokjin, pun, tahu sesuatu tentang kematian Kim Minjae?

"Pak, ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu." Taehyung berujar, masih dengan mata terpaku pada figur Kim Seokjin yang sempurna hilang di sebalik pintu utama.

The TruthWhere stories live. Discover now