bagian 26

162 24 2
                                    

Mobil sedan hitamnya mendecit pelan di pelataran parkir sebuah kuil. Jeon Jungkook melepas sabuk pengaman lalu keluar dari mobil, kemudian terkesima melihat hiruk pikuk kuil yang ramai hari ini. Tidak sangat ramai, tapi cukup membuat Jeon Jungkook bertanya-tanya. Banyak pria berjas hitam mengilat berjejer di selongsong parkir. Mereka adalah anggota Deonggido, ia tahu hanya dalam sekali lihat. Beberapa tampak bugar, beberapa lagi anggota badannya diperban akibat insiden penyerangan semalam.

Ia berjalan lurus di atas jembatan kayu yang menghubungkan parkiran dan kuil di depan sana. Di bawahnya, perairan berupa danau beriak tenang. Kuil berada di seberang sana, menjulang agung nan perkasa. Jungkook dihadang oleh beberapa anggota Deonggido yang berjaga di ujung jembatan, ia mendecak.

"Kapten menyuruhku ke sini, kau tahu?"

"Kuil ditutup untuk kunjungan umum," jawab salah seorang.

"Tapi Kim Seokjin ada di dalam!" jawab Jungkook, bersikeras. Rautnya jemu dan jelas tersinggung.

"Jungkook!"

Kim Seokjin melambai tak jauh darinya, menyuruhnya mendekat. Pria itu berpakaian jas hitam dan rambutnya disisir rapih ke belakang tanpa poni, terlihat rapi dari Kim Seokjin biasanya di kantor. Jeon Jungkook menepis tangan yang mencegahnya, berdecih sekali sebelum berjalan melewati mereka. Ia sedikit bingung, ada apa gerangan yang membuat Kim Seokjin berada di sini. Orang-orang yang menghalangi Jeon Jungkook diam.

"Kenapa kau berada di sini, hyung?" tanya Jeon Jungkook, terdengar informal.

Lebih kasual dari biasanya. Kim Seokjin membiarkan, sebab mereka hanya berdua. "Untuk memberi penghormatan."

Mereka menderap menuju kuil. Jembatan kayu menderik bertahan begitu sepatu-sepatu mereka lugas menginjak-injak. Tampak kokoh, meski banyak kaki yang menumpu di atasnya. Beberapa anggota Deonggido lainnya berdiri di depan kuil. Mereka semua memakai pakaian hitam. Jas hitam mengilat, dengan perban melintang sana-sini.

Jung Hoseok ada di sana. Di bawah anak tangga, menyadari keberadaan mereka dan memandang tajam. Ia tampak lebih sehat dari sebelumnya. Lukanya sudah terbalut perban berlapis-lapis. Tatapannya memberi isyarat bahwa dia terganggu dengan kehadiran Seokjin dan Jungkook.

Mereka mengabaikan dan berjalan masuk ke dalam kuil. Berdiri di hadapan foto-foto anggota Deonggido yang menjadi korban penyerangan semalam.  Total berjumlah lima, termasuk yang mati di rumah sakit.

Kim Seokjin berdiri tegap dengan rona muka serius. Kedua tangannya terlipat di depan perut. Kemudian, ia menekuk lutut dan bersujud. Semua dilakukan berulang-ulang demi memberi penghormatan terakhir kepada korban penyerangan semalam. Sedangkan itu, Jeon Jungkook tegap berdiri. Tak melakukan apa yang Kim Seokjin tekuni.

"Kenapa tak berdoa?" tanya Kim Seokjin, memandang Jeon Jungkook.

"Aku kristen," jawab Jeon Jungkook, polos.

Kim Seokjin terdiam beberapa saat, sempat tercengang mendengar ucapan Jungkook. Ia melakukan penghormatan sekali lagi sebelum berdiri tepat di sebelah Jungkook. “Aku agnostik,” ucapnya, tiba-tiba.


••••

Kim Namjoon tengah menikmati minuman keras di selasar samping kuil. Tatapannya lurus, memandang jauh sana di mana perairan terpampang luas. Anggota Deonggido berada di sana, berdiri di belakang Kim Namjoon. Mereka menegapkan tubuh, berjaga di sisi-sisi.

Derit kursi ditarik ke belakang membuat Kim Namjoon mendongak. Tatapannya masih datar, bahkan ketika Kim Seokjin duduk santai di hadapannya seorang diri dan dengan lancang merebut gelas seloki di tangan Namjoon, pria itu tetap diam. Si Kapten menuang soju di sana dan meneguknya sampai licin tandas. Anggota organisasi menatap tajam atas kelancangan tersebut.

The TruthWhere stories live. Discover now