Bagian 20

180 24 2
                                    

Jari-jemari Taehyung yang panjang dan kurus menggenggam besi pembatas kapal yang ditumpanginya dengan erat. Embus napasnya gusar, tapi ia berusaha mengontrol emosinya tetap stabil. Percobaannya untuk menghubungi Kim Namjoon gagal. Ia tidak mempunyai kesempatan sekecil apapun. Terlalu banyak polisi. Terlalu banyak yang mengawasi.

Ia biarkan pandangan matanya mengedar ke segala penjuru laut. Hitam. Kelam. Gemerisik suara dari Kapten Kim Seokjin terdengar dari alat komunikasi di telinganya. Dengan suara lugas dan penuh percaya diri, Kim Seokjin memberi tahu bahwa mereka akan tiba lima belas menit lagi ke kapal feri, di mana tempat Kim Namjoon berada.

Di samping kanan, Jeon Jungkook berdiri tenang. Laki-laki itu tampak gagah, memandangi lautan dengan tatapan tajam. Park Jimin, pun, berdiri di samping kirinya. Tak ada pembicaraan berarti satu sama lain. Membiarkan hening mencakup mereka, sementara di samping kanan kiri kasak-kusuk polisi berlalu lalang. Dek kapal yang dipijak kaki kurusnya bergoyang, seiring dengan badan kapal yang terus menampar ombak.

"Pastikan kamera kalian tetap menyala, dan komunikasi tetap terhubung." Dari deretan perintah yang Kim Seokjin katakan, inilah kata yang ia dengar. "Kita akan tiba dalam lima menit lagi."

Tak jauh dari kapal yang terus memacu, Taehyung bisa melihat sebuah kapal feri besar di depan sana. Bersandar di dermaga pelabuhan. Ia terkesima melihat betapa gagahnya kapal feri tersebut diterjang ombak. Seolah tidak ada apa-apanya. Mungkin bagi orang awam, tidak menyangka kapal feri ini akan digunakan untuk memproduksi sabu-sabu daripada mengangkut penumpang.

Kapal yang dinaikinya tiba tidak lama setelahnya. Para polisi bergegas turun, tanpa menunggu perintah dari Kim Seokjin, mereka gesit naik ke atas kapal. Park Jimin melompat dengan pasti, menapak ke atas kayu dermaga tanpa limbung. Sesudahnya ia langsung berpencar. Begitu juga dengan Jeon Jungkook. Tapi, begitu Taehyung akan melompat, Jeon Jungkook mengulurkan tangan.

"Cepat," ucap Jungkook tak sabaran, melihat Taehyung yang tak jua menyambut uluran tangannya.

Alis Taehyung menyipit tersinggung. Ia tak menerima uluran tangan tersebut, dan membiarkan kakinya melompat ke atas jembatan dermaga dengan mudah. Ia bergegas melewati Jungkook yang melongo. Jungkook mendengus, tak lama kemudian ikut masuk ke dalam kapal feri.

Kim Seokjin memerintahkan para polisi dari ruang kendali kapal untuk bergerak dalam keheningan, maka itulah yang mereka lakukan. Kaki-kaki mereka bergerak gesit, namun merendahkan volume ketukan sepatu. Satu persatu mengendap-endap masuk ke dalam pintu yang tak dijaga, beberapa naik ke atas tangga menuju atas, atau turun sembari memantau keadaan.

Taehyung bergerak bersama Jeon Jungkook, Park Jimin, dan dua orang dari tim lain. Mereka berhenti di depan pintu berpelitur besi, tertutup. Jungkook beri perintah lewat isyarat tangannya agar mereka merapat ke tembok. Tak ada yang berdiri di depan pintu. Perlahan, Jeon Jungkook membuka pintu tersebut. Tanpa banyak usaha, sebab pintu dibiarkan tidak terkunci. Jari telunjuknya menunjuk Kim Taehyung dan satu orang polisi dari tim lain untuk masuk.

Ia mengangguk takzim. Pintu perlahan dibuka, meninggalkan derit nyaring, namun tak terlalu mengganggu. Taehyung masuk ke dalam bersama satu lainnya. Turun lewat anak tangga yang lumayan curam ke bawah, sampai kakinya menapak ke lantai jaring besi kokoh. Ia mengacungkan pistol, kepala bergerak waspada.

Kaki-kakinya yang ramping kurus, berbalut sepatu lars, tak lantas membuatnya kesulitan mengendap. Ia bergerak ke arah kiri, sementara polisi lainnya ke arah kanan. Jarinya kian mencengkeram gagang pistol, mata menghunus waswas. Di belakang, Jeon Jungkook, Park Jimin, dan satu lainnya bergerak turun ke bawah. Jeon Jungkook memerintah tanpa suara untuk Park Jimin dan polisi itu bergerak ke kanan, sedangkan dia ke kiri.

The TruthWhere stories live. Discover now