Bagian 35

262 23 3
                                    

Ketika mobil melintasi area proyek pelabuhan, Taehyung terkejut kala mendapati banyaknya pertempuran berdarah. Saling menyerang, memukul. Para polisi ikut andil dalam ini, meringkus satu persatu gangster. Ada Jimin dan Jisoo di sana.

Lebih terkejut lagi Taehyung melihat Namjoon dan Mingyu yang bertarung sengit di atas sana. Ia spontan menekan rem dengan kakinya. Bergegas melompat keluar dan naik tangga tanpa tedeng aling-aling.

Pikirnya, ia harus segera membantu Namjoon kala melihat laki-laki itu terjepit. Kim Mingyu brutal saat mengayunkan pisau. Taehyung mengambil pistol dari selipan saku jaket boomber-nya. Musim dingin tak membuat keringatnya lantas berhenti mengucur.

Taehyung berhenti di tengah jembatan, berseberangan dengan tempat di mana Kim Mingyu dan Kim Namjoon berada. Mata melanglang panik kala Mingyu menancapkan pisau di perut Namjoon dan mencabut sadis. Namjoon tampak lemah, pisau di tangannya terjatuh dari pelukan tangan; meluncur ke bawah dan menancap tepat di atas gundukan tanah bangunan.

“Kim Mingyu, berhenti!”

Mulut pistolnya diarahkan tepat membidik kepala Kim Mingyu. Pistol sudah dikokang, siap memuntahkan peluru dan mengacak-acak isi kepala Mingyu sampai otaknya terburai. Namun, pisau yang diarahkan ke leher Namjoon membuatnya diam. Pisau tersebut siap membuat lapisan kulit leher Namjoon robek dan susunan urat terputus. Taehyung tahu ia tak boleh sembarangan menarik pelatuk.

Napas Taehyung menderu ribut seiring dengan langkah kakinya melangkah perlahan memutar ke arah di mana mereka berada. Tatap mata tajam, waspada.

“Tembak, sialan.” Kim Mingyu tertawa remeh. Semakin menekan Namjoon di cengkeramannya. “Tembak aku, maka Kim Namjoon-mu ini akan mati bersamaku!”

Tapi, Taehyung tidak acuh. Ia tetap melangkah perlahan sampai tepat di ujung jembatan. Kelopak matanya bergetar. Deru napasnya memburu.
Taehyung merasakan sesak di dada.

“Kubilang, tembak aku!” bersamaan dengan itu, Kim Mingyu kembali menghujam perut Namjoon dengan beberapa kali tusukan. “Tembak!”

Kim Namjoon meluruh ambruk, terbatuk darah sembari memegangi perutnya sekarat. Darah segar mengalir deras dari sana. Taehyung yang panik, tak sengaja menekan pistol dan dor! peluru meluncur dalam kecepatan cahaya dan terkena bahu Kim Mingyu. Pria itu terhuyung ke belakang, menjerit pilu ketika merasakan besi panas melesat di bahu. Peluru tak sepenuhnya bersarang di sana sebab Taehyung sengaja mengarahkan pistolnya hanya meleset di bahu Mingyu. Dengan itu, ia menderap maju.

Langkahnya serampangan, menyambar Namjoon yang hampir hilang kesadaran untuk bangkit berdiri. Ini bukanlah waktu yang tepat untuk meresapi sengatan rasa sakit di tubuh.

“Cepat pergi dari sini,” kata Taehyung, panik. Nada suaranya bergetar. Tapi, Kim Namjoon tetap tak bergeming dari sana. Maka, Kim Taehyung kembali berkata dengan nada suara naik; hampir berteriak. “Pergi dari sini!”

Dengan langkah serampangan, Kim Namjoon berusaha mematri langkah menjauh. Pijakan kakinya bergetar, hampir jatuh ambruk kalau saja ia tak sigap berpegangan pada pagar pembatas yang sebatas pinggang. Keringat mengalir kuyup di tubuhnya. Kim Namjoon menjerit pelan. Merintih ketika menuruni tangga. Napasnya tersengal-sengal, satu-satu.

Saat mencapai tangga paling bawah, Seokjin menemukannya.

Pria itu mengarahkan mulut pistol membidiknya. Seolah menunggu kedatangannya di bawah.

“Kim Namjoon, berhenti di sana!”

Dor! satu peluru melesat sebagai peringatan.

Kim Namjoon membalikkan tubuhnya, memandang Kim Seokjin dengan tatapan sayu. Napasnya satu-satu. Darah mengalir deras ke tanah. Kala itu, Kim Namjoon hampir jatuh ambruk ke tanah.

The TruthOnde histórias criam vida. Descubra agora