4 - Malam Mencekam

235 61 17
                                    

.

.

"Kamu boleh lakukan apapun padaku, tapi tidak pada anak-anakku!"

.

.

***

"Cantiknya," kata Sobri sambil mengelus pipi Raesha. Keduanya duduk di tepi ranjang. Ruangan masih gelap gulita. Hanya sesekali cahaya kilat menerangi dari arah jendela.

Raesha memicingkan mata. Merasa jijik. Ini adalah sentuhan kesekian dari tangan Sobri di wajahnya. 

"Ustaz Ilyasa beruntung sekali. Pernah merasakan hidup bertahun-tahun dengan wanita secantik kamu. Istriku jelek sekali, tubuhnya bahkan seperti karung beras. Aku terpaksa menikahinya dulu, karena, siapa wanita yang mau dengan orang sepertiku yang tampang dan dompetnya pas-pasan?"

"Itu karena kamu tidak bersyukur! Orang tidak dinilai semata-mata dari fisiknya! Kalau kamu bersyukur, kamu akan menemukan sisi baik dari pasanganmu!" komentar Raesha ketus.

Sobri tertawa. "Cih. Masih sempat ceramahi aku? Sebentar lagi, hidupmu akan berubah total. Kamu tak lagi menjadi wanita terhormat, setelah apa yang akan kulakukan padamu. Dan ditambah lagi, wajahmu akan kubuat menjadi buruk rupa. Kita lihat saja. Apa setelah itu, kamu masih bisa bersyukur?"

Raesha berkaca-kaca matanya, lalu air matanya mengalir lagi. Sabar. Sabar. Sebentar lagi siksa dunia ini akan berakhir. Sebentar lagi. Yang penting, ini bukan siksa akhirat. Mungkin musibah hari ini akan menjadi penebus seluruh dosanya di dunia. Mungkin.

"Ayo kita mulai, sayang. Sesuai janji, aku akan hati-hati, supaya kamu masih bisa melihat bayimu lahir dalam keadaan hidup."

Raesha memejamkan mata saat hijabnya dibuka. Tangisnya makin deras. Ilyasa akan hancur hatinya, jika tahu istrinya diperlakukan tak senonoh saat sedang hamil anak ketiga mereka.

"Ibuuu!! Assalamu'alaikuum!" 

Jeritan anak kecil itu, membuat Sobri dan Raesha terkejut.

"Wah. Kita kedatangan tamu ternyata?"

"T-Tolong jangan apa-apakan kedua putraku! Kamu boleh lakukan apapun padaku, tapi tidak pada anak-anakku!" pinta Raesha sambil menangis sesenggukan.

"Ikut aku," ucap Sobri singkat, sambil menyeret Raesha mendekati sebuah kursi di kamar tidur. Sobri mengeluarkan tali dan mengikat Raesha di kursi, serta menutup mulut Raesha dengan sepotong kain. 

"Akan kupersilakan tamu-tamu kecil kita untuk masuk. Supaya permainan kita lebih ramai," kata Sobri dengan senyum dingin.

Raesha menggeleng kuat. Berusaha menjerit, ingin menyuruh kedua anaknya untuk pergi mencari bantuan, tapi percuma karena suaranya tak terdengar.

Tak lama, Raesha mendengar jeritan Ismail dan Ishaq dari arah taman kolam. Raesha panik berusaha berontak. Ini akan jadi malam terburuk dalam hidupnya, jika pria gila bernama Sobri itu sampai membunuh Ismail, Ishaq atau bayi dalam kandungannya.

Tidak! Ya Allah! Ya Arhamarrahimiin! Turunkanlah pertolongan! Raesha membatin dengan tangis yang membuat urat di lehernya nampak lebih jelas.

.

.

Yunan akhirnya tiba di depan pagar rumah Raesha.

"Perlu saya payungi, Tuan?" tanya supir.

"Tidak perlu. Terima kasih, Pak. Bapak tunggu di sini saja," jawab Yunan sebelum turun dari mobil dan tubuhnya diguyur hujan. 

Sempat terjebak macet karena banjir di beberapa tempat. Sepanjang perjalanan, Yunan menggila berusaha menelepon Raesha, namun tak ada hasil. Mobil mewah yang ditumpanginya, bersuhu dingin karena AC, tapi dahi Yunan berkeringat sepanjang perjalanan. Cemas yang sungguh menyiksa batinnya.

ANXI EXTENDED 2Where stories live. Discover now