15 - Telepon Masuk

263 58 5
                                    

.

.

"Percuma. Gak ada jejaknya. Sudah Kakak hapus juga nomornya di daftar telepon masuk."

.

.

***

Yunan mengembuskan napas, saat berdiri di depan pintu kamar Raesha.

Ia mengetuk pintu. Terdengar suara wanita menyahuti dari dalam kamar. Yunan berusaha mengabaikan desir dalam hatinya saat mendengar suara sahutan itu.

"Kakak?" panggil Raesha yang nampak anggun dengan gamis dan jilbab hitam. Dua garis pita mengkilap, menjadi aksen yang mempermanis gamis simpel itu. Pipi Raesha yang ada memarnya, tertutup kain kasa dan plaster, sesuai permintaan Yunan yang tidak ingin memar di wajah Raesha jadi konsumsi publik. Meski kelak nanti di pengadilan, tentunya hal itu tak terelakkan, sebab memar itu akan jadi bukti penganiayaan.

"Sudah siap?" tanya Yunan tersenyum kikuk. Mereka akan pergi memenuhi panggilan kepolisian, padahal. Tapi entah mengapa Yunan jadi ingat momen-momen masa lalu dimana mereka dulu selalu pergi bersama. Ke mana-mana bersama.

"Sudah, Kak. Ayo, Ismail, Ishaq," ajak Raesha.

Kedua putra Raesha, muncul di muka pintu. Ishaq mengenakan kemeja lengan panjang biru, dan Ismail memakai kemeja lengan panjang marun dan aksen garis melintang putih di bagian dada.

"Masya Allah. Pada keren-keren banget," puji Yunan sambil mengelus kepala kedua keponakannya. Ismail dan Ishaq tersenyum malu-malu.

"Ayo. Supir sudah menunggu di luar," ajak Yunan sambil menggandeng tangan Ismail.

"Iya, Kak," sahut Raesha menggandeng tangan Ishaq.

Raesha menatap sosok Yunan yang berjalan di depannya. Pipinya terasa hangat. Dulu sekali, dia pernah membayangkan dirinya membangun rumah tangga dengan Kak Yunan. Mereka akan berjalan menggandeng anak-anak mereka. Mirip seperti saat ini. Hanya mirip saja.

Raesha menggigit bibir sembari menundukkan pandangan. Jangan. Jangan menginginkan yang menjadi milik orang lain.

Pintu mobil ditutup oleh pelayan. Yunan duduk di samping supir. Raesha dan kedua putranya duduk di bangku belakang. Mobil melaju keluar gerbang, menuju kantor kepolisian.

"Ismail, Ishaq, kalian tahu kita mau ke mana?" tanya Yunan tersenyum menoleh ke belakang.

Kedua anak itu mengangguk. "Tahu, Om. Kita mau ke kantor polisi," jawab Ismail.

"Kalian tahu kenapa kita ke sana?" tanya Yunan lagi. Hanya ingin mengecek sejauh mana kepahaman anak-anak ini tentang apa yang kemungkinan akan mereka hadapi nanti di kantor polisi.

"Karena kita diminta datang sama Pak Polisi. Kita mau ditanya-tanyain soal orang jahat yang waktu itu masuk ke rumah," jawab Ishaq.

"Iya. Benar. Jadi, nanti polisi mungkin akan menanyai kita bergantian," kata Yunan.

"Bergantian? Kenapa gak bareng-bareng aja, Om?" tanya Ismail.

"Soalnya, mereka mau mastiin kalau jawaban kita gak berlainan. Jadi, nanti kalau ditanya-tanya Pak Polisi, kalian jangan takut, ya. Jawab saja seperti apa adanya. Pak Polisinya baik-baik kok, insya Allah," Yunan tersenyum saat mengatakannya. Dia tidak ingin anak-anak tegang saat ditanyai polisi.

"Kalau ada pertanyaan yang kalian tidak yakin apa jawabannya, bilang saja tidak tahu," imbuh Yunan.

"Iya, Om!" sahut Ismail dan Ishaq bersamaan.

Raesha tersenyum terharu. Kak Yunan, mengurusinya sejak dulu sampai sekarang. Bahkan anak-anaknya, sekarang diurusi juga oleh Kak Yunan. Sampai berpikir bagaimana supaya anak-anaknya merasa nyaman di kantor polisi nanti.

ANXI EXTENDED 2Where stories live. Discover now