26 - Kenapa

184 48 6
                                    

.

.

Kenapa harus dia? Dari sekian banyak pengacara di negeri ini?

.

.

***

"Hei, Elena."

Elena mendongak dan menemukan rekan kerjanya di depan meja. Pria yang seumuran dengan Elena itu, nyengir cengengesan. Kemeja kremnya nampak serasi dengan dasi cokelat bergaris kuning.

"Kenapa, Cahya?" tanya Elena dengan mata mengerling.

"Eciyee. Yang baru dapet klien kakap. Slamet, ye! Kapan traktirannya?" todong Cahya, seorang kuasa hukum junior, sama seperti Elena.

Elena melengos. "Jangan salah paham, ya. Bukannya pelit. Aku gak merasa ada yang perlu dirayakan. Dipilih menangani kasus keluarga Danadyaksa, sebenarnya buatku serasa dibebani tanggung jawab besar. Sebenarnya, aku kurang tidur semenjak aku diminta jadi kuasa hukum mereka."

"Kenapa gitu? Bukannya kasusnya gampang? Sobri 'kan sudah dinyatakan bersalah meracuni Ustaz Ilyasa. Dan bukti-bukti di lapangan, mengarahkan bahwa Sobri memang menerobos masuk ke rumah Ustadzah Raesha tanpa izin. Mestinya, tinggal ungkapkan bukti-bukti yang menyudutkan Sobri di pengadilan dan voila! Sobri masuk penjara, atau bisa-bisa dihukum mati. Ya 'kan?" kata pria bernama Cahya sambil mengangkat bahu.

"Mereka berharap Sobri mendapatkan hukuman seumur hidup. Dan aku harus mengusahakannya. Harus. Bukan demi fee kemenangan, tapi aku ingin membuat mereka merasa puas. Terutama Ustadzah Raesha. Karena Syeikh Yunan Lham terlihat lempeng saja. Dia manut apa mau Ustadzah Raesha saja katanya." Senyum tipis terbit di ujung bibir Elena. Tergelitik untuk menceritakan hubungan yang agak 'unik' antara Yunan dan adik angkatnya, tapi ia buru-buru mengenyahkan pikiran itu. Rahasia keluarga Danadyaksa, aman di tangannya, insya Allah. Dia mungkin ember bocor, tapi dia tidak berani menggosipkan ulama.

"Hukuman seumur hidup, pantas untuk Sobri. I'm sure you can do it. Please send him to jail for the rest of his life," Cahya nyengir saat mengatakan itu.

Elena mendengkus. Tak semudah itu, Bambang, batin Elena. Kalau pengacara Sobri lihai meraih simpati hakim dan para juri, bisa-bisa Sobri hanya dihukum lima belas atau maksimal dua puluh tahun penjara.

"Oh ya. Kamu dipanggil si bos ke ruangannya. Kayaknya dia mau bahas kasusmu," kata Cahya.

Elena segera berdiri dan beranjak ke depan pintu ruangan bosnya. Setelah mengetuk pintu dan dipersilakan masuk, Elena mendorong pintu bermotif serat kayu di depannya. Seorang pria duduk di ruangan khusus itu. Berkumis putih. Namanya terpampang di papan nama sebagai Direktur Hadisuwito and Partners Law Firm, dengan sederet gelar pendidikan di belakang namanya. Adi Suyatno Hadisuwito S.H, M.H, M.Kn, LL.M.

"Duduklah, Elena," kata Pak Hadi, begitu dia biasa dipanggil di kantor ini.

Elena duduk tepat di depan Hadi.

"Saya lihat, kasus Ustadzah Raesha sudah resmi masuk daftar kasus biro kita," kata Hadi membuka percakapan.

"Iya, Pak. Kontraknya sudah ditandatangani Bapak Adli. Pembayaran fee juga sudah lunas. Jadi saya sudah laporkan ke kantor dan masukkan datanya ke daftar kasus," sahut Elena sembari mengangguk.

"Oke. That's good. Berhubung ini kasus yang cukup menyita perhatian masyarakat, kita perlu atur strategi supaya tersangka bisa menerima hukuman yang pantas."

Elena manggut-manggut.

"Kamu sudah tahu, siapa pengacara Sobri?" tanya Hadi.

"Belum, Pak," jawab Elena.

ANXI EXTENDED 2Where stories live. Discover now