53 - Gemuruh

174 49 11
                                    

.

.

"Aku tidak mau jauh darimu."

.

.

***

Malam kelam. Awan hitam berkelindan di atas langit sebuah lahan di tepi sungai Ciliwung. Sebuah bangunan gudang tua bergaya arsitektur Belanda-Indo, berdiri di tengah lahan,  dikelilingi tanaman sayuran dan pohon-pohon buah.

Dari terasnya, terdengar suara seseorang muntah-muntah.

"Keluarkan semua, Theo," kata suara seorang wanita yang menguruti tengkuk Theo.

"Hoeeekk!!" Theo muntah lagi. Ia membungkuk dan mengeluarkan muntahannya di plastik besar yang telah disiapkan kedua rekannya. Wajah Theo merah padam. Baru kali ini dia merasakan kesurupan terparahnya. Sebelumnya, dia pernah merelakan dirinya dimasuki jin jahat, tapi tidak seperti ini rasanya. Setengah mati susahnya mengeluarkan jin berambut panjang itu, yang semestinya masih merasuki Rizal.

"Belum keluar semua. Pengaruhnya masih ada," kata sang wanita pada seorang pria blasteran Belanda yang sedang berdiri melipat tangan dan bersandar di lemari usang setinggi pinggang.

"Nanti keluar sendiri. Tenang saja. Dia akan baik-baik saja. Mengeluarkan jin s*alan itu susah, karena Theo bukan kerasukan biasa, tapi jin itu dilempar kembali ke pengirimnya. Dia seperti lengket menempel pada Theo," jelas pria itu.

Theo muntah lagi dan lagi, hingga sepuluh menit kemudian, barulah dia bisa duduk bersandar di bahu sang wanita. Wanita itu memberinya minum air putih.

Napas Theo tersengal. Rasanya energinya diserap habis keluar.

"Bangs*t ... bangs*t!" maki Theo merutuk, meski suaranya masih lemas.

"Kami langsung tahu, ada yang tidak beres. Padahal santet itu sudah tepat sasaran. Pria bernama Rizal itu juga sudah diberitakan masuk rumah sakit jiwa. Tapi tiba-riba sore ini jin itu tidak menyelesaikan tugasnya, dan malah menyerangmu balik. Kami berdua langsung mengecek keadaanmu di kantor," kata pria yang berdiri itu, sebelum berjalan menghampiri Theo.

"Ini ulah dia, 'kan?" tanya Theo dengan mata melirik pria itu yang berkemeja putih. Jas hitam sudah disampirkannya di dalam mobil.

"Ya. Ini ulah orang itu. Yunan Lham," jawab pria itu yang adalah seorang paranormal, sama seperti rekan wanitanya.

Tangan Theo mengepal kuat. Urat nampak di keningnya. Kebencian tersirat di bola matanya.

"B-Brengsek kamu, Yunan Lham!" ucap Theo geram. Seandainya Yunan ada di hadapannya, mungkin sudah diterjang dan dihajar oleh Theo, tak perduli meski kondisi tubuh Theo masih lemah sekalipun.

"Theo, kamu harus mulai menjalankan rencana Tuan kita. Bukankah ini sudah saatnya?" kata pria bermata hitam kecokelatan yang berlutut dan mensejajarkan matanya dengan mata Theo.

Theo mengangguk. "Tentu saja. Aku memang sudah menyiapkannya. Sejak awal, tujuanku dengan kasus itu, bukan untuk membela kriminal kelas teri, tapi karena mengincar dia. Yunan Lham."

Pundak Theo diremas oleh pria di hadapannya, yang sorot matanya tak kalah dingin dibanding Theo.

"Jatuhkan dia. Hancurkan Yunan Lham!"

.

.

Malam sudah sangat larut, saat mobil yang mengantar Yunan tiba di rumah. Di ruang tamu, Yunan bertemu Adli yang baru saja berganti baju dengan kaus santai.

"Gimana, Kak? Rizal gimana kondisinya?" tanya Adli langsung tanpa berbasa-basi.

"Alhamdulillah. Ruqyahnya berhasil. Rizal sudah pulang ke rumahnya," jawab Yunan tersenyum.

ANXI EXTENDED 2Where stories live. Discover now