21 - Berkah

316 54 6
                                    

.

.

Ya Allah, berkahilah rumah ini beserta seluruh penghuninya.

.

.

***

Suasana di ruang makan malam ini agak canggung. Anggota keluarga bertambah satu, yaitu Arisa.

Jika bukan karena apa yang dialami Arisa di bandara sore tadi, mungkin suasana makan malam hari ini akan jadi semarak dan diisi dengan canda tawa. Sekarang, orang-orang menahan diri dari melawak, sebagai tanda bersimpati terhadap Arisa yang mungkin masih syok.

Yunan menyantap ayam bakar lalapan di piringnya. Ia makan dengan tangan, berbeda sendiri dengan yang lain yang menggunakan sendok garpu. Sementara Arisa memilih sup asparagus.

Arisa tersenyum melihat bulir nasi yang menempel di samping bibir suaminya.

"Sayang, ada nasi di pipimu," kata Arisa setengah berbisik, tapi cukup untuk terdengar oleh yang lain di meja makan itu.

"Di sebelah mana? Sini?" tanya Yunan sambil mengusap pipi kanannya dengan punggung tangan, sebab telapak tangannya belepotan bumbu ayam bakar bercampur nasi.

"Bukan. Sini, biar aku aja." Arisa mengambil butir nasi di pipi suaminya, terlihat seperti membelai lembut.

"Sudah, sayang," ucap Arisa terdengar mesra meski ekspresi wajahnya tidak nampak di balik cadarnya.

Yunan terlihat canggung. Tidak seperti biasanya, Arisa menampakkan perhatiannya di depan orang-orang. Tepatnya, di depan keluarga Danadyaksa.

Raesha mengalihkan perhatian, dari pasangan itu, ke arah piringnya. Kini ayam bakar yang masuk ke mulutnya terasa berbeda. Semestinya, kemesraan antara Yunan dan Arisa sudah dianggapnya biasa. Apa boleh buat. Mereka suami istri. Wajar saja kalau sedikit banyak mereka menampakkan kemesraan meski di depan umum. Apalagi ini di lingkungan keluarga sendiri. Mestinya sih begitu. Mestinya. 

Erika, Haya dan Adli mengamati drama roman yang menyedihkan itu. Menyedihkan bagi Raesha, tepatnya.

Kak, Kak ... nasibmu. Kenapa kamu harus jatuh cinta sama lelaki beristeri? Kakak angkat sendiri pula, batin Adli melirik Raesha dengan tatapan iba.

"Kamu dapat surat panggilan ke kantor polisi, Adli?" tanya Erika. Berharap pertanyaannya bisa mengalihkan perhatian Raesha yang nampak sedih setelah terpaksa menyaksikan kemesraan Yunan dan Arisa di meja makan.

"Iya, Bu. Aku cuti besok," jawab Adli.

"O-Om Adli dipanggil polisi?" seru Elaine.

"Iya. Jangan khawatir, Elaine. Aku gak dipanggil sebagai tersangka, kok," sahut Adli dengan senyum lebar. Elaine membalasnya dengan tatapan datar.

Haya nyaris tersedak makanannya, sebelum gemetar menahan tawa. Adli selalu punya stok lawakan, padahal bukankah mereka semestinya sedang dalam suasana prihatin?

"Kuasa hukum kita besok pagi katanya mau mampir ke sini?" tanya Erika lagi. Dia mendengar informasi itu tadi dari Yunan.

"Iya, Bu. Elena katanya mau ke sini besok pagi. Dia akan sarapan bersama kita," jawab Adli sambil menyesap supnya dengan anggun.

Elaine membelalak matanya. Elena -- Elena yang 'itu'? Yang pernah dibahas Om Adli saat mengantarnya ke sekolah?

"Ibu lihat dia di headline news tadi siang. Orangnya masih muda sekali, ya. Seumur kamu, 'kan? Kamu kenal dia di mana?"

"Dia 'kan mantan pacar Kak Adli waktu SMA, Bu!" celetuk Haya.

"Haya, diamlah," ancam Adli dengan muka angker. Haya malah tertawa.

ANXI EXTENDED 2Where stories live. Discover now