57 - Tali

287 55 27
                                    

.

.

Mereka yang dicintai Allah, bahkan hingga matinya pun, masih diizinkan Allah untuk bermanfa'at bagi yang masih hidup.

.

.

***

Yunan ...

Di kamar tidur, mata Yunan terpejam, namun suara itu seolah benar-benar terdengar nyata. Seseorang seperti benar-benar menyebut namanya. Suara seorang yang sudah tak ada di dunia.

"Yunan!"

Yunan terbangun. Kelopak matanya terbuka dan menemukan dirinya berada di alam lain. Alam di mana putihnya awan membentang sejauh mata memandang.

Seorang pria bertubuh jangkung, menggenggam bahu Yunan erat. Sorot matanya yang lembut, menatap lurus ke netra Yunan. Air mata Yunan mengalir tanpa jeda, saat menyadari siapa pria itu. Pria yang berpakaian putih, berambut gondrong sebahu, yang usianya kembali muda menjadi kisaran kepala tiga.

"Ayah!!" jerit Yunan seraya memeluk erat Yoga. Semerbak wangi misik menyelimuti Yunan. Ini adalah momen yang sudah lama ditunggu-tunggu oleh Yunan. Mimpi bertemu Yoga untuk pertama kalinya semenjak Yoga meninggalkan dunia. Do'a Yunan untuk berjumpa dengan Yoga terkabul juga, meski dalam mimpi.

Yoga membalas rangkulan Yunan. Senyumnya merekah. Rindu sekali dengan anak angkatnya ini. Meski tak ada hubungan darah, banyaknya peristiwa yang mereka lalui bersama, membuat Yoga merasa seolah Yunan anak kandungnya.

"Kenapa Ayah baru muncul sekarang di mimpiku?? Ayah curang! Ayah muncul di mimpi-mimpi Ibu! Tapi kenapa baru muncul di mimpiku sekarang?" seru Yunan dengan berlinangan air mata.

"Maafin Ayah, Nak. Jangan tanya kenapa. Mana Ayah tahu. Ayah juga pengin ketemu kamu, tapi ujung-ujungnya mainnya ke mimpi Ibumu terus. Mungkin karena Ayah pengin mastiin terus kalau Ibumu gak kawin lagi. Jadinya bolak-balik yang disamperin mimpi Ibumu terus," jelas Yoga sebelum menghela napas lelah.

Yunan spontan tertawa. Sudah mati pun, masih punya selera humor ngasal a la Yoga Pratama.

"Ayah kangen kamu, Yunan."

Pelukan Yunan makin erat. "Aku juga, Yah. Aku kangen Ayah! Kami semua merindukan Ayah! Sangat!" balas Yunan dengan suara bergetar. Air matanya kembali berderai. Hidup terasa aneh selepas kepergian Yoga. Rumah keluarga Danadyaksa bagai kehilangan nyawanya juga. Bahkan Dana wafat hanya berselang seminggu selepas pemakaman Yoga. Dana kehilangan semangat hidupnya, begitu Yoga tak ada di rumah. Yoga Pratama adalah pemilik kediaman mewah keluarga Danadyaksa yang sesungguhnya. Dana sejak awal membangun rumah megah itu, memang demi putra tunggal tercintanya. Begitu Yoga tidak ada, berkunjung ke rumah keluarga Danadyaksa terasa bagai bertamu ke rumah yang pemiliknya tidak ada. Semua merasakan hal yang sama. Yunan, Raesha, Erika, Adli, Haya. Namun tak ada yang membahasnya lantaran mereka tak ingin membuat Erika sedih berlarut-larut. Erika berusaha keras bangkit dari kesedihannya pasca ditinggal wafat Yoga. Erika adalah yang paling kehilangan sebagai pasangan, pastinya.

"Yunan, dengar. Sesuatu yang buruk terjadi pada teman Ayah," kata Yoga saat memberi jarak di antara mereka.

"Teman Ayah? Siapa?" jawab Yunan dengan alis berkerut.

Yoga nyaris menjawab tapi batal. "Nanti kamu akan mengerti dengan sendirinya."

Jawaban Yoga membuat Yunan nampak makin heran hingga keningnya ikut berkerut.

"Ayah udah mirip Syeikh Abdullah belum? Syeikh 'kan hobi main tebak-tebakan," canda Yoga sebelum tertawa.

Yunan memberinya tatapan datar.

ANXI EXTENDED 2Where stories live. Discover now