36 - Persiapan

177 45 3
                                    

.

.

Theo Hayden tidak mungkin menawarkan diri untuk membela Sobri secara cuma-cuma tanpa tujuan dan tanpa persiapan.

Tidak mungkin.

.

.

***

Mereka bertiga berada di ruangan Hadi. Hadi, Rizal dan Elena. Ketiganya fokus menonton rekaman sidang perdana kemarin, melalui layar laptop milik Hadi.

"Itu adalah salah satu gejala terpapar racun arsenik. Anda tahu racun arsenik, 'kan?"

Di layar, senyum Theo sedikit terangkat pada akhir kalimat. Pertanyaan Theo membuat para penonton di ruang persidangan menjadi berisik, berdiskusi dengan sesamanya. Pastinya. Publik belum tahu tentang apa yang terjadi pada dada Sobri. Kalau soal penembakan di bahu Sobri, mereka sudah tahu dari pemberitaan dan pengumuman resmi dari kepolisian. Walau mereka juga belum tahu siapa yang menembak Sobri.

"Dari mana saudari saksi bisa yakin kalau memang korban meninggal keracunan padahal gejalanya tidak terlihat di kulit korban?"

Hadi mem-pause rekaman itu.

"Bagaimana menurut kalian?" tanya Hadi.

"Dia sengaja memanas-manasi keluarga korban, Pak," jawab Rizal tanpa keraguan. Jika tidak karena ditahan oleh Rizal, Yunan sudah berdiri protes saat Theo hendak memperlihatkan dada Sobri pada Raesha. Theo memang ahlinya membuat orang kesal.

"Iya, Pak. Dia memang kelihatannya senang kalau keluarga korban bereaksi kesal terhadapnya. A-Anu ... dia juga ... kadang menakut-nakuti saya," kata Elena ragu.

Rizal dan Hadi menoleh bersamaan le arah Elena.

"Theo ngapain kamu?" tanya Rizal.

"E-Em ... sebenarnya -- gimana, ya?" sahut Elena garuk-garuk kepala.

"Kenapa, Elena? Cerita aja! Kamu udah sempat menyelidiki tentang kehidupan dia?" desak Hadi dengan ekspresi penasaran.

"Iya, Pak. Sudah. Saya ketemuan sama sesama almamater kampusnya Theo. Dan -- "

"Terus, gimana hasilnya?" tanya Rizal yang kini ikut penasaran.

"Hm ... singkatnya, Theo ternyata punya sejarah yang kelam, kalau info yang saya dengar waktu itu benar. Saya tidak yakin apakah sebaiknya saya cerita atau tidak," jawab Elena hati-hati.

"Apa cerita itu ada kaitannya dengan kasus yang kita tangani sekarang?" tanya Hadi lagi.

Elena menggeleng. "Tidak, Pak. Itu hanya menyangkut kehidupan pribadi Theo."

Hadi menghela napas. "Kalau begitu, tidak usah cerita, tidak apa-apa."

"Ah kamu bikin saya kepo aja," celetuk Rizal membuat Elena dan Hadi tertawa.

"Terus, apa kaitannya dengan Theo membuatmu takut?" tanya Hadi.

"Itulah, Pak. Theo tahu kalau saya menyelidiki dia."

Hadi dan Rizal sontak terkejut.

"Dia tahu dari mana??" seru Rizal.

Elena mengangkat bahu. "Entahlah. Waktu itu, teman kampusnya juga kelihatan ketakutan waktu ketemuan sama saya di kedai kopi."

Hadi dan Rizal saling tatap.

"Ah sudahlah. Jangan terlalu dipikirkan. Yang penting, Theo tidak mengancam kamu. Apa dia mengancammu, Elena?" Hadi bertanya dengan air muka serius.

ANXI EXTENDED 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang