12 - Jangan Lari

188 59 12
                                    

.

.

Kali ini, jangan ada yang lari dari mereka.

Bismillah. Kita hadapi mereka sama-sama.
.

.

***

Yunan mundur selangkah. Menatap lekat anak lelaki di depannya. 

"Om Yunan kenapa?" tanya Ismail memiringkan kepalanya sedikit. Kenapa ekspresi Omnya seperti ketakutan?

Perlahan Yunan melangkah mendekati Ismail. Dari dapur, Raesha masih terheran-heran melihat tingkah Yunan yang seperti curiga dengan Ismail.

Tangan Yunan terulur ke arah wajah Ismail. Sementara Ismail hanya bisa diam kebingungan. Om Yunan sedang apa? batinnya.

Pipi Ismail disentuh oleh tangan Yunan. Bukan sekadar menyentuh secara fisik, tapi dalam benaknya, Yunan merapal ayat kursi.

Masih dengan mimik bingung, Ismail balas menyentuh tangan Yunan.

"Om kenapa?" tanya Ismail tersenyum. Senyum yang mengingatkan Yunan akan Ilyasa.

Yunan merangkul erat Ismail. Air matanya terbit. Ia tidak terima, makhluk tadi menyamar dalam bentuk yang dia sayangi. Bentuk Ismail Ahn.

"Om?" gumam Ismail. Anak itu membalas rangkulan Yunan, meski tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

"Gak apa-apa, sayang. Gak apa-apa," jawab Yunan memberi jarak, menyeka ujung matanya sendiri, dan mengusap-usap kepala Ismail.

Penciuman Yunan dan Ismail tiba-tiba merasa mengendus sesuatu.

"Bau gosong! Rae!" jerit Yunan.

"Hah!! Mi instanku!!" teriak Raesha sebelum mengecek panci dan benar saja, air rebusan mi sudah habis. Raesha buru-buru mematikan kompor. Bagian bawah mi lengket dengan panci, dan bokong panci hitam pekat.

"Ya Allah! Mi kuuu!!" rintih Raesha dengan ekspresi ingin menangis.

Yunan tertawa. "Biar Kakak buatin lagi. Kamu duduk aja sama Ismail."

Raesha manut dan duduk di kursi makan bersama Ismail. Dalam hati Raesha, bagai tumbuh bunga-bunga bermekaran. Dia baru saja melihat tawa tulus Kak Yunan. Bahagia sekali rasanya, setelah kemarin dia sempat merasa diabaikan.

"Kamu mau mi juga, Ismail?" tanya Yunan dari arah dapur.

"Mau, Om. Om juga makan bareng, ya?" sahut Ismail.

"Iya," jawab Yunan. Mengalah akhirnya. Mana bisa dirinya mendiamkan Raesha terlalu lama? Sudahlah. Toh ada Ismail bersama mereka.

Tiba-tiba pintu kamar Adli terbuka. "Bau gosong! Siapa yang malam-malam begini --!!" Adli berteriak panik, dengan rambut acak-acakan dan mata masih mengantuk. Sebagai kepala keluarga selepas kepergian Yoga,  dia jadi super sensitif jika ada tanda bahaya semacam aroma gosong, kabel listrik mengelupas atau semacamnya.

"Maaf, Adli. Kakak masak mi instan, tapi gosong," kata Raesha lesu.

Adli bengong. "Ngapain tengah malam gini bikin mi instan, Kak? Kakak ngidam? Kenapa gak bangunin aku aja? Aku bisa suruh pelayan masakin buat Kakak."

Raesha nyengir. "Kakak gak enak. Semua lagi pada tidur."

"Ya Allah. Kukira ada apa," ucap Adli lega, sembari mengucek matanya.

"Terus, sekarang yang masak siapa?" tanya Adli melirik ke arah dapur. Terdengar suara irisan pisau beradu dengan talenan kayu, dari arah sana.

"Kamu mau mi juga, Adli?" suara Yunan terdengar dari dapur.

ANXI EXTENDED 2Where stories live. Discover now