29 - Baik

214 51 12
                                    

.

.

Takdir Allah pasti baik. Selalu baik.

.

.

***

Pintu depan rumah Raesha perlahan terbuka. Aroma debu tercium di udara.

"Assalamu'alaina wa 'ala ibadillahi sholihiin," ucap Raesha, mengucapkan salam bagi segala makhluk kebaikan yang diharapnya masih ada di rumahnya, meski dua minggu yang lalu, kejahatan baru saja terjadi di sini.

"Assalamu'alaikum," kata Adli saat hendak masuk ke dalam.

"Wa'alaikumussalam. Masuk aja. Kalian duduk di ruang tamu aja, ya. Ruang tamu yang masih paling rapi penampakannya. Kalau berdebu, harap maklum," sahut Raesha yang sudah memasuki rumahnya dan melangkah menuju kamarnya. Kedua putranya mengikuti dari belakang.

Adli, Yunan dan Arisa menyusul ke dalam. Melihat-lihat sisa kekacauan peristiwa malam itu.

"Astaghfirullahal'azhiim," ucap Adli syok saat melihat pintu kamar Raesha hancur bekas dihantam kapak berkali-kali.

"Ya beginilah kondisinya. Ini masih sama seperti waktu kejadian. Hanya bukti senjata kapak dan pisaunya, sudah diamankan polisi," kata Raesha sambil membuka pintu lemari baju.

Adli ternganga. Dia memang baru pertama kali ini ke TKP. Yunan tidak nampak heran karena dia memang ada di sini saat peristiwa itu terjadi. Arisa sama syoknya dengan Adli.

"That crazy psychopath -- dia ngehancurin pintumu pakai kapak?" tanya Adli. Tangan Adli menyentuh bekas bacokan di pintu kamar yang sudah tidak jelas bentuknya.

"Ya. Kalau jendela kamarku, dia congkel pakai besi apa gitu. Kayaknya besinya juga sudah jadi barang bukti," jawab Raesha yang masih sibuk mengambil beberapa potong pakaian dan jilbab miliknya. Sementara Ismail dan Ishaq dibiarkannya memilih baju seragam mereka, yang nantinya perlu dia cek ulang.

Adli nyaris mengumpat kasar, namun tidak jadi karena ingat ada Kak Yunan dan Kak Arisa di belakangnya. Emosi meluap hingga terasa di tenggorokan Adli. Brengsek manusia bernama Sobri itu! Setelah melihat kekacauan di rumah Raesha, makin jelas kalau penjahat itu adalah orang yang kasar dan jangan-jangan agak kurang waras otaknya. Rela berepot-repot menghancurkan pintu dengan kapak sampai seperti ini, cuma karena dendam. Murni dendam. Dia bahkan tidak membawa seperak pun dari rumah Raesha.

"Nanti pelan-pelan aku akan renovasi. Cuma ganti pintu sama jendela," kata Raesha. Matanya sibuk menata pakaian ke dalam tas.

"Biar aku aja, Kak. Aku urus sekarang juga," kata Adli sebelum keluar dari kamar Raesha, hendak menuju teras karena dari lagaknya, sepertinya Adli akan menelepon seseorang.

"Hei, Adli! Gak usah repot-repot! Biar Kakak yang --!" teriak Raesha, bermaksud ingin mencegah Adli. Namun sudah terlambat. Adli sudah tak nampak dari kamarnya.

Sempat terdengar suara Adli dari kejauhan. Sedang bicara dengan seorang pria di telepon. Kontraktor, tebak Raesha. Raesha menghela napas.

"Sudah. Biarkan saja. Adli ingin membantumu," ucap Yunan tersenyum dari luar kamar. Raesha membalas senyumnya.

"Kamu bereskan bajumu. Kakak tunggu di ruang depan," lanjut Yunan.

Tak lama, Arisa terlihat sedang menyapu ruang tengah yang berantakan dengan serpihan kayu dari pintu yang hancur.

"Kak Arisa! Gak usah nyapu, Kak!" seru Raesha.

"Gak apa-apa, Raesha. Kakak cuma bersihin dikit aja. Kamu lanjutkan beberes bajumu aja," sahut Arisa sambil menyapu, mengumpulkan serpihan kayu untuk nantinya akan dia buang ke tempat sampah di luar rumah.

ANXI EXTENDED 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang