44 - Gila?

176 53 9
                                    

.

.

"Amalan harianmu jangan sampai kendor, terutama selama masa pengadilan ini."

.

.

***

"Skizofrenia??" pekik Hadi di ruangannya, setelah Elena menyampaikan musibah yang menimpa Rizal.

Elena mengangguk lesu. Matanya masih sembap setelah menyaksikan sendiri rekannya telah berubah mendadak menjadi seseorang yang tak dikenalinya.

"Iya, Pak. Begitu diagnosa dokter di RSJ, kata Ibunya Rizal," kata Elena. Semua terasa bagai mimpi buruk. Melihat ibunda Rizal menangisi putra bungsunya, juga terasa menyedihkan bagi Elena. Meski baru mengenal, tapi Elena merasakan sifat keibuan dari Nilam. Berhubung ibu kandung Elena telah wafat, ada perasaan hangat saat berinteraksi dengan wanita itu, seolah Nilam memperlakukannya seperti putri kandung sendiri.

Hadi masih ternganga. Skizofrenia adalah gangguan pada kemampuan berpikir seseorang, biasanya memang menjadi diagnosa medis jika seseorang mengalami kesurupan atau semacamnya, lalu dirujuk ke dokter. Tapi dari ciri-ciri yang diceritakan Elena, mereka sama-sama bisa menebak apa yang sebenarnya terjadi pada Rizal. Seseorang telah mengirim santet pada Rizal.

Hadi masih tak percaya rasanya. Benarkah hal semacam ini terjadi pada Rizal, salah satu stafnya yang paling bisa diandalkan, paling patuh, tidak banyak bicara namun gigih bekerja, orang yang solutif, dan di matanya, Rizal juga adalah seorang anak yang berbakti pada orang tua. Kebahagiaan ibunya, menempati prioritas tertinggi dalam hidup Rizal. Rizal juga setahunya rajin salat lima waktu. Kenapa? Kenapa hal semacam ini bisa menimpa Rizal?

Mata Hadi kini tertuju pada tangan Elena di meja.

"Luka itu, Rizal yang melakukannya?" tanya Hadi, meski tadi Elena sudah cerita. Saking tidak percayanya. Masa' iya, Rizal menggigit pergelangan tangan Elena?

"Iya, Pak," sahut Elena mengangguk.

Hadi mengusap dagu, mengembuskan napas berat.

"Apa kamu pernah tahu, bahwa Rizal punya musuh, atau -- maksud saya, siapa tahu dia pernah cerita padamu," tanya Hadi ragu. Bagaimana dia tidak ragu? Hadi tak bisa membayangkan, pria yang ramah dan menyenangkan seperti Rizal, bisa punya musuh.

Elena menggeleng. "Tidak, Pak. Saya rasa, orang seperti Rizal tidak punya musuh. Dia orang yang baik, Pak," komentar Elena sebelum matanya kembali berkaca-kaca. Bagaimana hal kejam semacam itu bisa menimpa orang baik seperti Rizal? Sungguh takdir ini membuat Elena keheranan. Namun pasti ada hikmah di balik ini semua, Elena yakin.

"Jangan-jangan ... ," ucap Hadi tiba-tiba, membuat Elena penasaran.

"Kenapa, Pak?" tanya Elena.

"Ah ... tidak, tidak. Saya tadinya pikir,-- eh, tapi, masih tidak jelas juga, sih. Takutnya jadi fitnah. Sudah. Lupakan saja," jawab Hadi makin membuat Elena penasaran.

Mantan istri Rizal, adalah yang dipikirkan Hadi tadi. Dua tahun lalu setelah Rizal bercerai, Rizal pernah menceritakan pada Hadi, bahwa perceraian Rizal dan istrinya, dipicu oleh perselingkuhan sang istri. Rizal dan Hadi waktu itu dinas ke luar kota. Maka mereka jadi lebih akrab saat itu. Tapi, agak aneh kalau setelah dua tahun mereka bercerai, lalu peristiwa ini baru terjadi. Lagi pula, mantan istrinya Rizal itu, kabarnya sudah menikah dengan selingkuhannya. Sementara Rizal masih betah menduda. Lain halnya kalau misalnya ternyata mantan istri Rizal masih memendam rasa pada Rizal, lalu tiba-tiba mendengar bahwa Rizal akan menikah dengan wanita lain. Nah itu baru ada kemungkinan santet itu dikirim olehnya. Rizal dan mantan istrinya juga belum dikaruniai anak. Artinya, mereka tidak ada masalah rebutan hak asuh anak.

ANXI EXTENDED 2Where stories live. Discover now