58 - Sidang Kasus Penyusupan

214 52 22
                                    

.

.

Tiap detail rangkaian kejadian dalam hidup, sudah ditetapkan oleh Allah ta'ala.

Dan tak ada satupun yang sia-sia tanpa makna.

.

.

***

Rizal berdiri gagah dengan toganya. Bersitatap dengan Theo yang juga mengenakan toga.

"Anda terlihat baik-baik saja, Pak Theo. Syukurlah," kata Rizal tersenyum.

Theo melengos. Menyebalkan. Mereka semua pasti sengaja menyindirnya.

Theo melewati Rizal begitu saja dan duduk di kursinya. Rizal tersenyum maklum. Padahal wajar jika Rizal sakit hati pada orang aneh itu. Tapi kesalnya hilang saat tahu bahwa jin jahat itu dilempar ke Theo. Sempat kasihan pada Theo. Tapi ternyata yang bersangkutan hari ini bisa hadir di persidangan, berarti entah siapanya Theo, berhasil mengatasi kesurupannya Theo.

"Pak Rizal, anda hari ini hadir di persidangan. Benarkah kalau beberapa hari terakhir ini, anda menjadi pasien di salah satu Rumah Sakit Jiwa di Jakarta?" tanya seorang wartawan yang nekat menghampiri Rizal meski semestinya tidak boleh ada sesi wawancara dengan wartawan.

"Maaf, nanti saja, ya. Setelah sidang insya Allah saya jawab," sahut Rizal sopan.

Ekor mata Rizal menangkap sosok seseorang memasuki ruang sidang. Ia bergegas menghampiri Yunan dan mencium tangannya. Baru kali ini dia memperlakukan Yunan sebagaimana memperlakukan ulama. Selama ini, dia melihat Yunan sebagai klien.

Elena berdiri dan bersedekap ke arah Yunan. Gegara insiden Rizal kesurupan dan diruqyah oleh Yunan, Elena dan Rizal menjadi 'jama'ah'nya Yunan.

Yunan membalas salam Elena dengan mengatupkan tangan dan tersenyum.

Theo menatap mereka dengan sorot mata malas. Penghormatan yang berlebihan sekali, batinnya.
Cuma karena laki-laki bernama Yunan itu berhasil membalikkan santet yang dikirimnya.

Orang-orang duduk di kursi, menantikan sidang yang akan dimulai sesaat lagi.

"Majelis Hakim memasuki ruang sidang."

Pengumuman itu membuat semua orang berdiri, lalu duduk kembali setelah para hakim duduk di kursi mereka.

"Sidang hari ini dilanjutkan, dengan agenda pembahasan kasus penyusupan terdakwa ke rumah Saudari Raesha Akhtar."

Palu diketuk oleh hakim.

"Saudara jaksa penuntut umum, apakah ada saksi yang akan anda ajukan pada sidang kali ini?" tanya sang hakim.

"Ada, Yang Mulia. Tapi sebelumnya, Saudari Raesha sebagai korban, akan bersaksi lebih dulu," jawab Edy sang jaksa, menoleh sedetik ke arah Raesha.

"Baik. Silakan Saudari Raesha untuk duduk di kursi pemeriksaan," pinta hakim.

Raesha hendak berdiri setelah dipanggil namanya. Terlihat kepayahan karena perutnya yang sangat besar, Yunan refleks berdiri lebih dulu dan menarik mundur kursi yang diduduki Raesha.

"Pelan-pelan," kata Yunan lembut, saat membantu Raesha berdiri.

Di belakang mereka, Erika melirik Arisa yang duduk di sampingnya. Ekspresi wajah Arisa tertutupi cadar, tapi Erika merasakan hawa cemburu melihat perlakuan lembut Yunan pada Raesha.

Di balik cadarnya, Arisa memang menampakkan kegetiran. Tapi apa mau dikata. Raesha memang adik angkat Yunan. Sewajarnya kakak angkat, tak aneh jika Yunan membantu Raesha yang sedang kepayahan lantaran hamil tua. Dirinya tidak boleh terlalu mudah cemburu.

ANXI EXTENDED 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang