61 - Alot

162 48 13
                                    

.

.

Kita tidak tahu, sejauh apa dia bisa berbuat demi kemenangan.

.

.

***

Theo Hayden tak nampak rikuh meski kalimat yang ditujukan Raesha padanya dan pada Sobri kliennya, terdengar telak. Menuduh Yunan punya niat membunuh Sobri, terdengar absurd mengingat Yunan saat itu datang ke rumah Raesha dengan tangan kosong tanpa senjata apapun. Sementara Sobri jelas-jelas membawa pisau dan kapak yang kini terpampang di meja barang bukti.

"Klien saya belum terbukti bersalah, Saudari Raesha. Pengadilan ini akan mengungkap kebenarannya. Sementara belum dinyatakan bersalah, saya harap anda dan semua orang tidak sembarangan menuding klien saya sebagai pelaku kejahatan," ucap Theo dengan ekspresi datar-datar saja.

Sementara Raesha nampak berusaha menahan amarah. Dia nyaris jadi korban pemerkosaan dan bisa jadi korban pembunuhan, meski saat itu Sobri menjanjikan dirinya tak akan dibunuh selama dia menuruti maunya Sobri, tapi siapa yang bisa menjamin Sobri akan menepati janjinya jika pria itu benar-benar melakukan perbuatan bejatnya? Sekarang Raesha malah disuruh agar tidak sembarangan menuduh Sobri sebagai pelaku? Saking kesalnya, Raesha rasanya ingin menggaruk muka Theo yang songong di depan sana.

"Setelah kakak anda merobohkan rak besi hingga rak itu menimpa klien saya, apa yang terjadi? Klien saya pingsan?" Theo lanjut bertanya. Pertanyaan yang sebenarnya dia sendiri sudah tahu jawabannya, karena pastinya sudah mendengar kronologinya dari Sobri.

"Iya. Dia pingsan," jawab Raesha singkat.

"Setelah itu, apa yang terjadi?"

Wajah Raesha berubah, pipinya memanas. Ingatan akan dirinya berpelukan erat dengan Yunan, berkelibat di benak. Wangi gaharu dari tubuh Yunan, saat itu seolah memerangkap, ikut merangkul Raesha. Wangi yang dulu pernah Raesha rindukan setengah mati. Dulu sekali.

Di barisan pertama hadirin sidang, Arisa di balik cadarnya keheranan saat melihat suaminya tertunduk salah tingkah hingga belakang telinga Yunan kemerahan. Ada apa? batin wanita itu. Kenapa pertanyaan Theo barusan, seperti berefek pada Raesha dan suaminya? Memangnya apa yang terjadi setelah Sobri pingsan?

"Saudari Raesha?"

Seruan Theo menyadarkan Raesha dari lamunan.

"S-Setelah itu, saya memakai kembali jilbab saya, sementara kakak saya melepas tali yang mengikat kedua anak saya. Lalu kakak saya menyuruh saya dan anak-anak untuk keluar rumah, sementara kakak saya akan mengikat tubuh terdakwa dengan tali."

"Anda keluar rumah dengan kedua anak anda?"

"Iya. Saya bawa Ismail dan Ishaq keluar rumah. Saat itu hujan sudah berhenti. Ternyata di luar ada mobil milik keluarga adik saya. Kak Yunan rupanya datang ke rumah saya diantar oleh mereka. Begitu saya beritahu mereka bahwa ada penyusup di dalam rumah, dua orang pengawal yang awalnya menunggu di dalam mobil, segera masuk ke dalam rumah. Saya katakan pada mereka untuk langsung saja ke kamar saya lewat halaman samping, sebab jendela kamar saya sudah terbuka."

"Pengawal atau supir?" tanya Theo dengan mata menyipit.

Sempat diam sesaat, sebelum Raesha menjawab, "sebagian supir keluarga Danadyaksa, bukan supir biasa, tapi merangkap body guard."

"Mereka membawa pistol?"

Raesha merapatkan bibir, ragu. "Mm ... saya tidak melihatnya, tapi biasanya, pengawal keluarga Danadyaksa memang punya pistol."

"Apakah anda tahu kalau senjata api itu tidak bisa sembarangan dimiliki?"

Raesha berjengit. Kenapa seolah dia yang membuat keputusan untuk mempersenjatai para pengawal keluarga Danadyaksa?

ANXI EXTENDED 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang