37 - Napak Tilas

215 54 5
                                    

.

.

Adakah ruh Ilyasa Ahn di ruang sidang ini?

.

.

***

"Majelis hakim akan memasuki ruang sidang. Hadirin dimohon berdiri."

Pengumuman dari panitera, membuat hadirin yang tadinya saling berdiskusi, menjadi diam dan berdiri dari kursi mereka.

Yunan dan Raesha, ada di samping kuasa hukum mereka, Elena dan Rizal. Di belakang Yunan, ada Erika dan Arisa. Adli di kantor, dan anak-anak sekolah. Erika ingin mendampingi anak-anaknya di pengadilan. Dia menunda jadwal rutinnya ke panti asuhan, demi menemani Raesha dan Yunan.

Tiga pria dari majelis hakim, memasuki ruangan dan duduk di depan.

"Hadirin dipersilakan untuk duduk kembali."

Semua orang kembali duduk.

"Dipersilakan kepada para wartawan untuk mengambil gambar. Lima menit. Setelah itu, sidang dapat diikuti melalui siaran langsung. Terima kasih," kata hakim ketua.

Untuk beberapa saat, nyala lampu sorot dan sambaran cahaya dari kamera bersahutan, membuat ruangan sidang benderang.

"Sidang pengadilan negeri Jakarta Selatan, yang memeriksa perkara pidana nomor 1440 atas nama terdakwa Sobri Aditya Qosim pada hari Kamis tanggal 21 Desember, dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum."

Palu hakim diketok tiga kali.

Terdakwa dipanggil. Sobri dikawal masuk ke ruang sidang dan langsung diarahkan untuk duduk di samping Theo.

"Sesuai agenda hari ini, adalah untuk mendengarkan keterangan saksi. Saudara penuntut umum, apakah saksi kedua sudah siap?" tanya hakim ketua.

"Siap, Yang Mulia," jawab penuntut umum.

Saksi dipanggil. Seorang pria bertubuh kurus mengenakan kaus lengan panjang putih dengan tiga buah kancing di bagian kerahnya, dan celana panjang jins, berjalan memasuki ruang sidang dengan langkah agak gemulai, meski janggut tipisnya menandakan dia ingin dipandang sebagai lelaki tulen.

"Nama anda Muhammad Ryan Effendi?" tanya hakim ketua, setelah Ryan dipersilakan duduk di kursi pemeriksaan.

"Benar, Yang Mulia," jawab Ryan dengan suara gugup. Jelas ini adalah pengalaman pertamanya bersaksi di persidangan.

"Umur anda 29 tahun. Alamat --," hakim ketua terus membacakan biodata Ryan hingga ke pekerjaannya yaitu sebagai penata rias di acara televisi.

"Apakah saksi mengenal terdakwa?"

"Tidak, Yang Mulia," jawab Ryan.

"Apakah saudara saksi dalam keadaan sehat dan siap untuk diperiksa sebagai saksi?"

"Siap, Yang Mulia."

"Saudara saksi, sebelum bersaksi, sesuai undang-undang, saksi harus disumpah sesuai agama yang dianut. Apakah saudara saksi bersedia diambil sumpahnya secara Islam?"

"Bersedia, Yang Mulia."

"Saudara saksi dipersilakan untuk berdiri agak ke depan."

Ryan kemudian diambil sumpahnya, dengan Al Qur'an berjarak di atas kepalanya.

"Apakah benar saudara menyaksikan saat korban -- saudara Ilyasa Ahn -- diracun di TKP?" tanya hakim ketua, setelah Ryan kembali duduk pasca disumpah.

"Benar, Yang Mulia."

"Saat itu saudara sedang bekerja sebagai penata rias di TKP?"

"Benar, Yang Mulia."

"Bisa saudara ceritakan kronologisnya?"

ANXI EXTENDED 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang