6 - Tersambung

257 58 11
                                    

.

.

Hanya orang yang tersambung kepada Allah dan Rasul-Nya, yang bisa menyambungkan orang-orang kepada Allah dan Rasul-Nya. 

.

.

***

Piring-piring kotor ditumpuk dan dibawa ke dapur oleh Elaine. Erika dan Haya masih sibuk melayani teman-teman alumni SMA Erika yang datang melayat malam ini. 

Adli sebenarnya merasa tidak tega melihat Elaine akan mencuci piring. Ia ingin menggantikan tugas gadis itu, meski sebenarnya dirinya sendiri juga kelelahan. Tapi setelah dipikir-pikir, sebaiknya Adli tidak ke mana-mana dan tetap di kamar ini, sebab jika dia pergi, maka Kak Yunan dan Kak Raesha di kamar ini hanya bersama anak-anak. Dan tentunya itu bukan hal yang baik, mengingat mereka bukan mahram. Ismail dan Ishaq belum baligh. Bagaimana jika kedua anak itu tidak dihitung orang ketiga di antara Yunan dan Raesha? Mereka akan dianggap berduaan di dalam kamar, dan khawatirnya hal-hal janggal yang mengganggu akan terjadi, seperti yang sudah pernah terjadi sebelumnya? Masalahnya, kamar ini ruangan tertutup. 

Ingin memberi sedikit ruang pribadi pada Yunan dan Raesha, Adli selonjoran di kasur bawah bersama Ismail dan Ishaq.

"Kakak tadi berani banget," kata Ishaq dengan bibir manyun, membuatnya sepintas mirip anak itik yang menggemaskan.

"Berani apanya? Kakak 'kan gak ngapa-ngapain," komentar Ismail.

"Kakak berusaha masuk ke kamar Ibu, sampai kursi Kakak jatuh dan badan Kakak memar. Sudah begitu, Kakak masih berusaha merangkak," jelas Ishaq.

"Tapi 'kan gagal. Kakak tetep gak bisa masuk ke kamar Ibu," kilah Ismail.

"Ya tapi 'kan tetep keren! Pokoknya, mulai sekarang, Kakak idola aku!" putus Ishaq sambil menepuk dadanya sendiri.

Ismail tergelak. "Apa sih kamu?" komentarnya sambil geleng-geleng kepala. Ishaq memang suka ajaib perkataannya.

"Ismail, coba Om lihat memarmu," kata Adli pada keponakannya.

Ismail menarik lengan baju dan celana panjangnya. Adli meringis melihat lengan dan betis Ismail kebiruan, seperti tulang pipi Raesha.

"Maafin Om. Om gak ada di sana pas kejadian itu di rumah kalian," ucap Adli dengan nada sedih.

"Gak apa-apa, Om. Ini sudah takdir dari Allah," kata Ismail tersenyum.

Adli menatap Ismail dengan binar keharuan di matanya. Putranya Ilyasa Ahn, batin Adli.

Dari sudut mata, Adli melirik Kak Yunan dan Kak Raesha yang sedang mengobrol. Entah apa yang diobrolkan, sepertinya serius sekali. Tak ada yang benar-benar tahu hubungan kedua orang itu. Yang jelas, jika keduanya bertemu, mereka seperti punya dunianya sendiri. Mengingat mereka punya masa lalu yang membuat keduanya seperti punya hubungan batin yang tersambung dengan kuat, Adli maklum saja. Bahkan Kak Yunan seperti punya firasat buruk sejak akan berangkat dari bandara Padang. Aneh sekali, padahal saat itu sepertinya belum ada tanda apa-apa. 

Sementara Erika yang notabene ibu kandung Raesha sekalipun, tidak punya firasat apa-apa sebelum insiden di rumah Raesha dan keluarganya. Los los saja seperti air mengalir.

.

.

"Rae, cairan apa yang kamu siram ke tubuh Sobri?"

Raesha tetiba merah padam mukanya. Ia nampak ragu menjawab. Jemarinya saling bertaut gelisah.

"Apa itu racun? Racun yang sama dengan yang membunuh Ilyasa?" tanya Yunan lagi, tanpa terdengar memojokkan Raesha.

ANXI EXTENDED 2Where stories live. Discover now