46 - Sidang Tanpa Rizal

168 52 18
                                    

.

.

Sembilan puluh delapan persen, Yunan yakin, kondisi kejiwaan Rizal sekarang, ada kaitannya dengan Theo.

.

.

***

“Saksi dipersilakan masuk ke ruang sidang!”

Seorang laki-laki umur tiga puluhan, berkacamata, memasuki ruangan dan dipersilakan duduk di kursi pemeriksaan.

“Nama anda Felix Susanto, usia tiga puluh tiga tahun, pekerjaan dokter spesialis forensik?”

“Iya, benar, Yang Mulia,” sahut pria berambut pendek klimis itu.

“Alamat di … ,” lanjut hakim ketua membacakan biodata saksi ahli.
Dokter Felix kemudian disumpah dengan alkitab, lalu dimulailah sesi pemeriksaan.

Sejujurnya, Elena tidak tahu harus bertanya apa lagi pada saksi ahli. Bukankah pihaknya dan jaksa penuntut umum sudah pernah mendatangkan saksi ahli dokter sebelumnya? Memangnya, kesaksian mereka bisa berbeda? Maka Elena men-skip kesempatannya bertanya.

“Saudara saksi, secara medis, berapa lama umumnya racun arsenik mulai menunjukkan reaksinya pada orang yang terpapar racun tersebut melalui makanan atau minuman?” tanya Theo.

“Kalau racun masuk melalui makanan, biasanya reaksinya akan lebih lama. Tapi kalau melalui minuman, reaksinya bisa tiga puluh menit sampai dua jam setelah racun masuk ke dalam tubuh,” jawab Dokter Felix.

“Kalau begitu, menurut analisa anda, apakah wajar durasi reaksi yang dialami oleh korban?” tanya Theo lagi.

“Menurut saya, tidak wajar. Karena reaksi korban terlalu cepat.”

“Adakah kemungkinan korban terpapar racun arsenik sebelum korban tiba di TKP?”

“Bisa jadi. Korban bisa jadi meminum racun ketika berada di perjalanan menuju TKP, atau ketika masih di rumah.”

Elena spontan menyalakan mikrofonnya dan menyela, “Keberatan, Yang Mulia! Saksi ahli yang kami ajukan, sebelumnya sudah pernah menyatakan bahwa secara medis, durasi reaksi terhadap racun arsenik berbeda-beda tergantung kondisi tubuh, dan juga tergantung pada banyaknya racun yang masuk! Saksi ahli yang kami ajukan, adalah ahli toksikologi forensik!”

Theo melengos. “Saksi ahli saya juga keilmuannya bisa dipertanggungjawabkan! Beliau hanya mengungkapkan pendapat sesuai dengan ilmu yang beliau dapatkan!”

“Keberatan ditolak. Saudari Elena, harap mencermati pendapat dari saksi ahli. Perbedaan pandangan secara medis, bisa saja terjadi dan kami anggap wajar,” putis hakim.

Elena menghela napas kasar. Kesal. Kalau begini caranya, hakim bisa-bisa lebih condong pada saksi ahli yang dibawa Theo. Ditambah lagi, saksi ahli Theo muncul belakangan.

"Saudara saksi, apakah anda sempat melihat bukti-bukti berupa foto mayat korban?" tanya Theo lagi.

"Sudah. Saya sudah lihat foto mayat korban."

"Dari pengamatan anda, apakah pada jasad korban terdapat ciri-ciri keracunan arsenik?"

Yang ditanya nampak hati-hati menjawab. "Biasanya, korban yang diracun dengan arsenik, akan memperlihatkan bercak-bercak merah pada kulitnya. Tapi saya tidak melihatnya pada jasad korban. Menurut saya, jasad korban terlalu ... bersih."

Kali ini, Elena sampai spontan berdiri.
"Keberatan, Yang Mulia! Saksi ahli kami telah menyatakan bahwa reaksi korban dapat berbeda tergantung kondisi tubuh! Pernyataan saksi dari Saudara Theo, secara tidak langsung menyatakan bahwa saksi ahli kami tidak kompeten dalam memberikan informasi sesuai keilmuannya! Padahal hasil laboratorium telah jelas memperlihatkan kandungan racun arsenik di lambung dan beberapa organ dalam korban!" sela Elena lantang.

ANXI EXTENDED 2Where stories live. Discover now